Dikisahkan di zaman Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsy (Shohibul Simtuddhuror), beliau hendak berziarah ke makam Zanbal (Tarim, Hadhromaut). Ketika Habib Ali berziarah, beliau melihat di makam tersebut telah kosong (ruh para auliya) yang biasa pada hadir setiap yang hendak akan berziarah, Habib Ali pun balik ke rumah.
Keesokan harinya beliau berziarah kembali dan beliau bertemu dengan Sayyidina Al-Faqihil Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi.
Habib Ali bertanya kepadanya: “Wahai Faqih, kemana engkau, dan para auliya lainnya ketika kemarin aku berziarah, engkau dan yang lainnya tidak ada?”
“Ya habib, kemarin aku dan para wali yang lain, diperintah Rasulullah untuk mensholati jenazah di tanah Jawa.” jawab Al-Faqih
Habib Ali pun bertanya kembali kepada Al Faqih:
“Ya Faqih, jenazah siapa yang engkau dan wali yang lain mensholatinya di tanah Jawa tersebut? Apakah beliau seorang habaib atau ahlul bait?”
Al Faqih pun menjawab: “Bukan! Beliau bukan habaib atau ahlu bait Rasulullah. Beliau adalah seorang pedagang yang setiap berdagang membantu habaib (dzuriyyah Rasul) dengan membawakan dagangannya habaib dll. Oleh karena itulah, Rasulullah mencintainya, hingga aku dan wali yang lain diperintahkan untuk mensholati jenazahnya.”
Masya Allah…..
Inilah yang disebut mencintai orang yang dicintai. Dengan kita mencintai para dzuriyah (keturunan) Rasul, maka akan dicintai Rasul.
Penjelasan ini adalah kutipan ceramah Habib Ahmad bin Ali Assegaf. Semoga Bermanfaat
Wallahu A’lam
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!