Dalam Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah, Khalid Muhammad Khalid ketika menarasikan biografinya Abu Hurairah, tidak ketinggalan pula menelusuri rahasia di balik kelebihan Abu Hurairah dalam meriwayatkan hadits dari Rasulullah ketimbang sahabat-sahab lainnya dalam sisi produktivitas meriwayatkan hadits.
Sahabat Nabi yang masuk Islam pada tahun ketujuh setelah Hijrah ini memang dikenal sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Padahal terhitung sejak Abu Hurairah berbaiat masuk Islam di hadapan Nabi sampai wafatnya hanya menjumpai waktu kurang lebih empat tahun. Artinya dapat dikatakan Abu Hurairah bukan termasuk golongan sahabat yang masuk Islam pada periode awal. Tapi kenapa sebagai mukharrij awwal (perawi pertama) Abu Hurairah secara kuantitatif (jumlah) hadits yang diriwayatkannya lebih banyak melebihi para sahabat lain yang notabene jauh lebih lama menjumpai dan mendampingi Nabi.
Ternyata sebagai sahabat yang masuk Islamnya tidak pada periode awal Islam, dia menyadari bahwa dirinya memang termasuk orang yang masuk Islam belakangan. Kenyataan demikian membuat Abu Hurairah bertekad untuk mengejar ketertinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus-menerus dan secara konsisten mengikuti majelisnya.
"Ketahuilah bahwa sahabat-sahabatku orang-orang Muhajirin itu sibuk dengan perdagangan mereka di pasar-pasar. Sedangkan sahabat-sahabatku orang-orang Anshar sibuk dengan tanah pertanian mereka. Sedangkan aku adalah seorang miskin yang paling banyak menyertai majelis Rasulullah, maka aku hadir saat yang lain absen (tidak hadir)," ujar Abu Hurairah menjelaskan.
Dengan kata lain, meski Abu Hurairah mendampingi dan menjumpai Nabi hanya sekitar empat tahun, tapi dalam tempo yang pendek tersebut dia benar-benar fokus menyertai Nabi. Selama rentang waktu itu, dia tidak memiliki kegiatan sampingan lain semisal berdagang atau bertani. Sementara sebagian sahabat lain, di samping menghadiri majelis Nabi, tapi umumnya juga masih memiliki kesibukan lain.
Bila kita analogikan pada konteks sekarang pun pernyataan Abu Hurairah di atas masih sangat relevan. Meski sama-sama belajar ilmu agama Islam, apakah hasilnya sama antara anak yang belajar mengikuti pendidikan di Pondok Pesanren secara reguler dengan anak yang cuma belajar di pesantren kilat. Walaupun keduanya sama-sama memperoleh ilmu, namun jelas lulusan yang dihasilkan jauh berbeda.
Begitu pula di pendidikan formal, kendati sama-sama kuliah dan dapat ijazah misalnya, apakah sama antara mahasiswa yang kuliah di kelas reguler dan mengikuti alur akademik sebagaimana mestinya dibandingkan dengan mahasiswa yang mengambil jalur khusus dengan beban belajar yang jauh lebih ringan. Tentu secara mutu dan kualitas alumninya tidak sama.
Hujjah selanjutnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berbicara kepada para shahabat pada suatu hari, "Siapa yang membentangkan sorbannya hingga selesai pembicaraanku, kemudian ia meraihnya, maka ia takkan terlupa akan suatu pun dari apa yang telah didengarnya dariku," demikin Nabi bersabda.
"Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara padaku, kemudian kuraih kain itu, dan demi Allah tak ada satu pun yang terlupa bagiku dari apa yang telah kudengar dari Nabi", terang Abu Hurairah.
Berkah doa Nabi tersebut kepada Abu Hurairah, didukung pula sebelumnya Abu Hurairah secara pembawaan memang sudah mempunyai daya ingat yang kuat dan mahir dalam menghafal.
Dan alasan ketiga adalah adanya kesadaran dan rasa kewajiban pada diri Abu Hurairah untuk menyampaikan apa yang telah diperolehnya dari Rasulullah kepada umat Islam yang belum mengetahuinya. Dalam hal ini Abu Hurairah menyatakan, demi Allah kalau tidaklah karena ada ayat dalam Al-Qur'an yang memerintahkan soal kewajiban ini, niscaya tidak akan kukabarkan kepada kalian sedikitpun. Ayat yang dimaksud adalah:
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah kami nyatakan kepada manusia di dalam kitab mereka. Itulah yang dikutuk oleh allah dan dikituk oleh para pengutuk (Al-Baqarah: 159)
|
Makam Abu Hurairah |
Dengan demikian sebagai kesimpulan, menurut hemat kami, setidaknya ada tiga argumen yang menguatkan sahabat Abu Hurairah kenapa dia seorang yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah.
Pertama, karena Abu Hurairah meluangkan waktu untuk menyertai Nabi Muhammad jauh lebih banyak daripada para sahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat doa oleh Rasulullah hingga daya ingatnya menjadi semakin kuat.
Ketiga, ia menceritakan hadits bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits merupakan tanggungjawabnya terhadap agama dan hidupnya.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU