Salah satu ulama penting di awal berdirinya NU adalah KH. Faqih Maskumambang, Gresik. Kiai Faqih menjabat sebagai Wakil Rais Akbar NU, atau wakilnya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Dalam berbagai kisah, Kiai Faqih dan Kiai Hasyim sering berbeda pendapat dalam menentukan hukum. Seperti kasus kentongan, Kiai Hasyim melarang dan Kiai Faqih membolehkan. Walaupun berbeda, keduanya saling menghormati. Begitulah para kiai NU. Berbeda sudah biasa, tanpa gaduh.
Demikian ditegaskan KH.Dr. Abdul Ghafur Maimoen, Katib Syuriah PBNU, dalam acara haul ke-29 KH. Ali Maksum di Pesantren Krapyak Yogyakarta (27/01).
Gus Ghofur menegaskan bahwa Kiai Faqih sosok ulama yang nyentrik dalam lingkungan NU. Kiai Faqih tidak mau menerima santri di luar keluarganya. Santrinya adalah keluarga dan keluarga dekat. Sampai pada suatu hari, Kiai Syuaib Sarang datang bersama putranya, Zubair. Dengan penuh berat hati, Kiai Faqih terima santri bernama Zubair. Setelah ini, banyak santri berdatangan dan pesantrennya menjadi besar.
“Kenapa Kiai Faqih takut menerima santri di luar keluarga dekatnya? Karena Kiai Faqih merasa mendapatkan amanah besar. Santri yang datang dari daerah yang jauh, tidak tega kalau ditinggal. Itu amanah langsung dari Allah. Sejak menerima santri Zubair, Kiai Faqih fokus mengajar santri, bahkan tidak bersedia keluar rumah untuk menghadiri acara-acara,” tegas Gus Ghofur.
|
Makam Mbah Faqih Maskumambang (paling ujung) |
Dalam risetnya Majalah Bangkit, santri yang lahir dari Kiai Faqih adalah KH. Abdul Hadi (Langitan), KH. Zubair Sarang (ayah KH. Maimoen Zubair), KH. Imam Kholil Sarang. Sementara dari keluarganya sendiri adalah KH. Ma’sum Ali (pengarang kitab shorof al-amtsilah at-tashrifiyyah, juga menantu KH. Hasyim Asy’ari) dan KH. Adlan Ali (adiknya KH. Ma’sum Ali, yang juga dijodohkan Kiai Hasyim Asy’ari dengan keponakannya).
Pada tahun 1922, empat tahun sebelum lahirnya NU 1926, Kiai Faqih sudah menulis kitab fenomenal berjudul “AN-NUSHUSH AL-ISLAMIYYAH FI RADD AL-WAHHABIYYAH”. Kitab ini diterbitkan oleh Darul Ihya, Mesir, tahun 1922. Dalam bahasa Indonesia, berjudul “Menolak Wahabi, Membongkar Penyimpangan Sekte Wahabi; dari Ibnu Taimiyah hingga Abdul Qadir At-Tilmisani”. Penerbitnya adalah Sahifa Surabaya, tahun 2015.
Wallahu A’lam
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!