Dikisahkan dalam sebuah lawatan ke Baghdad, Irak, Gus Dur yang memiliki kegemaran berkunjung ke makam-makam ulama dan waliyullah, juga berkunjung ke makam Syekh Abdul Qadir Al-Jilani. Dalam keadaan antara sadar dan tertidur, Gus Dur didatangi Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dan Tuan Syekh mentalqin (membaiat) Gus Dur.
Dalam tarekat, talqin bukan sekedar pembelajaran dzikir, tetapi juga merupakan pengakuan seseorang sebagai murid tarekat dari tarekat yang dianut pentalqin. Dengan demikian, pada talqin dzikir yang dilakukan oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Gus Dur telah resmi menjadi pengikut tarekatnya.
Setelah kembali ke Indonesia, Gus Dur berkesempatan untuk silaturrahim ke Syekh Shohibul Wafa Tajul Arifin yang akrab dipanggil Abah Anom, Mursyid Tarekat Qadiriyiah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya, Tasikmalaya.
Gus Dur minta untuk ditalqin oleh Abah Anom, tetapi Abah Anom mengatakan bahwa Gus Dur tidak perlu ditalqin lagi, karena sudah ditalqin oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Cerita ini populer di kalangan murid TQN Suryalaya, baik yang langsung menyaksikan peristiwa ini ataupun tidak.
|
Gus Dur dan Gus Miek |
Demikianlah Gus Dur, sosok yang telah mengetahui bahwa seorang muslim haruslah bertarekat, menempuh suluk dengan berguru kepada guru-guru rohani, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Terlebih bagi seseorang yang mempunyai posisi penting dan diamanahkan untuk memimpin umat dan bangsa ini seperti dirinya.
Gus Dur sudah sampai pada maqam (derajat) yang membuktikan bahwa orang-orang shalih, para syuhada, para kekasih Allah, mereka tidak mati; yang mati hanya jasadnya, tetapi ruhnya tetap hidup. Hanya kepada orang-orang yang memiliki akhlak dan kecintaan kepada para kekasih Allah inilah, mereka dapat saling berkomunikasi dan memberikan ilmu, bimbingan dan nasehat. Maka inilah yang harusnya ditiru oleh umat Islam, khususnya para pemimpinnya.
Wallahu A’lam
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!