Suatu hari Mbah Arwani mengajak santri kinasih sekaligus anak angkat beliau yang bernama Kiai Manshur Maskan untuk menghadiri undangan sema’an Al-Qur’an di daerah Purwodadi. Beliau diminta tolong oleh seseorang agar berkenan membaca (sema’an) Al-Qur’an 30 juz di rumahnya. Karena jaraknya agak jauh beliau pun memutuskan untuk berangkat dari Kudus ba’da Subuh awal. Beliau mengajak Kiai Manshur sebagai penyimaknya. Dengan naik sepeda onthel, beliau dan Kiai Manshur pun menuju Purwodadi. Beliau naik sepeda onthel sendiri, Kiai Manshur juga sendiri.
Karena jarak yang akan ditempuh jauh dan hanya naik sepeda onthel, beliau pun memutuskan untuk pelan-pelan saja jalannya agar tidak terlalu kelelahan. Selama perjalanan, Kiai Manshur menyaksikan sendiri bahwa gurunya itu tidak henti-hentinya nderes Al-Qur’an.
Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya beliau pun sampai di rumah orang yang mengundangnya itu. Dengan raut wajah yang lelah dan kecapaian, beliau dan Kiai Manshur duduk di ruang tamu setelah dipersilahkan si tuan rumah. Kiai Manshur agak kaget, karena di rumah tersebut tidak ada semacam persiapan-persiapan khusus untuk acara sema’an Al-Qur’an.
Bahkan yang lebih kaget lagi, si tuan rumah tidak mempersilahkan istirahat sebentar atau minum-minum terlebih dahulu. Si tuan rumah menyuruh beliau untuk langsung memulai saja sema’an Al-Qur’annya, padahal si tuan rumah tahu bahwa beliau dan Kiai Manshur hanya naik sepeda onthel dengan jarak yang jauh.
Dan yang lebih parah lagi, selama sema’an Al-Qur’an berlangsung dari awal sampai akhir (khatam), tidak ada satu pun minuman atau makanan yang disajikan oleh si tuan rumah. Dalam hatinya, Kiai Manshur berujar, “Ini tuan rumah kurang ajar”.
|
Kiai Manshur (baju putih) Kiai Arwani (surban putih) |
Setelah ditelusuri, akhirnya Kiai Manshur tahu bahwa si tuan rumah ternyata beragama Kristen. Maka, seketika itu kagetlah Kiai Manshur. Dengan penuh hormat, Kiai Manshur pun bertanya pada beliau, “Mbah Yai, Anda kok mau diundang sema’an Al-Qur’an oleh orang Kristen?”. Beliau menjawab, “Barangkali dengan bacaan Al-Qur’an ini, bisa menjadi washilah (lantaran) turunnya hidayah Allah bagi tuan rumah ataupun keluarganya”. Kiai Manshur pun tertegun dengan jawaban gurunya itu seraya batinnya berbisik, “Betapa mulia akhlak dan hati beliau”.
Wallahu A’lam
Al-Faqier Ila Rahmati Rabbih
Saifur Ashaqi
Kaliwungu Kota Santri
Cerita ini dikisahkan oleh Kiai Manshur Maskan (Pengasuh Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an). Penulis mendengar kisah ini saat masih mondok di PTYQ Pusat sekitar tahun 2002-2005.
ADS HERE !!!