“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, ‘Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut‘ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik’. Dan jika kamu menginginkan Allah dan Rasul-Nya dan negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi siapa yang berbuat baik di antara kamu.” (QS. Al-Ahzab: 28-29)
Setelah Nabi saw. pulang dari peperangan melawan orang-orang Yahudi dan sekutunya (kafir Quraisy), yang dimenangkan oleh kaum muslimin, maka istri-istri beliau menduga bahwa beliau telah mendapatkan barang-barang berharga dan simpanan orang-orang Yahudi dari hasil ganimah (harta rampasan perang). Mereka duduk di samping Nabi saw. seraya mengatakan, “Wahai Rasulullah, anak-anak perempuan Kisra (raja-raja Persia) dan Kaisar (raja-raja Romawi) bergelimang perhiasan dan permata, demikian pula pelayan-pelayan dan budak-budak perempuannya, sedangkan kami sebagaimana yang engkau lihat berada dalam kemiskinan dan kesempitan penghidupan.” Hal ini ternyata membuat hati Nabi saw. sedih, karena mereka meminta kepadanya untuk diberi penghidupan yang mewah dan diperlakukan sebagaimana putri-putri raja dan anak-anak orang kaya, yang bergelimang perhiasan dan kesenangan duniawi, seperti makanan dan minuman yang serba mewah dan lain sebagainya. Allah swt. memerintahkan kepada Nabi-Nya agar membacakan ayat-ayat yang diturunkan berkenaan dengan sikap mereka itu.
Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadis dari Jabir ra. yang telah menceritakan; Abu Bakar datang meminta izin untuk menemui Rasulullah saw. sedangkan orang-orang (sahabat lainnya) dalam keadaan duduk-duduk di depan rumah Nabi saw. Nabi dalam posisi duduk dan Abu Bakar belum diberi izin untuk masuk. Kemudian datang pula Umar meminta izin untuk masuk, tetapi ia pun tidak diperkenankan masuk pula. Tak lama kemudian, Nabi saw. memberikan izin kepada Abu Bakar dan Umar dan keduanya pun masuk ke dalam. Pada saat itu, Nabi saw. sedang duduk, dan di sampingnya terdapat istri-istrinya, sedang beliau hanya diam saja. Umar berkata, “Sungguh aku akan bicara dengan Nabi saw. barangkali saja beliau berkenan untuk tertawa.” Ia berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya engkau melihat anak perempuan Zaid (istri Umar) yang tadi meminta nafkah kepadaku, maka aku pukul batang lehernya.” Maka Nabi saw. tertawa geli sehingga gigi serinya kelihatan, seraya berkata, “Mereka pun yang berada di sampingku ini meminta nafkah kepadaku.”
Lalu Abu Bakar bangkit menuju Aisyah ra. untuk memukulnya, dan Umar bangkit pula menuju Hafshah, dan kedua-duanya mengatakan (kepada anaknya masing-masing), “Apakah kamu meminta sesuatu dari Nabi saw. yang tidak beliau miliki?” Nabi saw. melarang keduanya. Mereka berkata, “Demi Allah, kami tidak akan lagi meminta kepada Rasulullah saw. apa yang tidak dimilikinya sesudah pertemuan ini.” Allah swt., menurunkan ayat khiyar, maka Nabi saw. memulainya kepada Aisyah ra. seraya bersabda kepadanya, “Sesungguhnya aku akan mengingatkan sesuatu perkara kepadamu yang aku tidak suka apabila kamu tergesa-gesa menjawabnya, sebelum kamu bermusyawarah dengan kedua orang tuamu.” Aisyah bertanya, “Perkara apakah itu?” Kemudian Rasulullah saw. membacakan kepadanya firman-Nya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu......” (Al-Aḥzāb/33: 28). Aisyah berkata, “Apakah aku harus bermusyawarah dengan kedua orang tuaku berkenaan denganmu? Tidak, bahkan aku lebih memilih Allah swt. dan Rasul-Nya. Aku meminta kepadamu hendaknya kamu jangan menceritakan kepada seorang pun di antara istri-istrimu tentang pilihanku ini.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah swt. tiada mengutusku sebagai orang yang ditugaskan untuk memaksa, tetapi Dia mengutusku sebagai pengajar dan pemberi kemudahan. Tiada seorang pun di antara mereka yang menanyakan kepadaku tentang pilihanmu, melainkan aku akan menceritakan hal itu kepadanya.” (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Nasa'i)
Kemudian Rasulullah saw. menasihati mereka sesudah memilih Allah dan Rasul-Nya, serta kehidupan akhirat. Allah mengkhususkan untuk mereka hukum-hukum yang patut dipegang oleh wanita-wanita seperti mereka. Hal ini karena kedudukan istimewa yang mereka miliki di antara wanita-wanita muslimah lainnya. Mereka adalah ibu-ibu kaum mukminin yang harus dihormati dan dimuliakan. Mereka berada di bawah naungan rumah tangga pemilik dakwah Islamiyah, yang dari rumah itu terpancar nur hidayah, kesucian, dan kehormatan. Alangkah patutnya bila mereka menjadi teladan yang tinggi di dalam hal tersebut, dan menjadi panutan bagi kaum wanita mukminat semua. Ini merupakan suatu kehormatan yang dianugerahkan oleh Allah kepada mereka. Segala puji bagi-Nya di akhirat dan di dunia.
PENJELASAN
Hai Rasul, katakanlah kepada istri-istrimu, pilihlah untuk diri kalian salah satu di antara dua perkara ini, yaitu lebih memilih kelezatan duniawi dan kenikmatannya serta lebih menyukai perhiasannya, bila itu yang menjadi pilihan kalian, maka tidak ada tempat bagi kalian di sisiku. Karena sesungguhnya di sisiku tidak ada sesuatu pun darinya. Kemarilah kalian, aku akan memberi kepada kalian apa yang telah diwajibkan oleh Allah terhadap kaum lelaki untuk kaum wanita, yaitu mut‘ah di kala mereka berpisah (talak) dari pernikahannya. Hal itu sebagai penyenang untuk menghibur hati mereka dan sebagai ganti rugi bagi mereka atas kemudaratan yang menimpa diri mereka sebagai akibat dari perceraian. Yaitu berupa pakaian yang hal ini berbeda-beda sesuai dengan kemampuan ekonomi orang-orang yang bersangkutan, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh ayat lain:
“Dan hendaklah kamu beri mereka mut‘ah bagi yang mampu menurut kemampuannya dan bagi yang tidak mampu menurut kesanggupannya, yaitu pemberian dengan cara yang patut, yang merupakan kewajiban bagi orang-orang yang berbuat kebai-kan.” (QS. Al-Baqarah: 236)
Kemudian kalian aku talak sesuai ketentuan yang telah diajarkan oleh Allah swt. kepada hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman-Nya:
“Apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).” (At-Thalaq: 1)
Rasulullah saw. pada saat itu mempunyai sembilan orang istri, lima orang di antara mereka dari kalangan kabilah Quraisy, yaitu Aisyah, Hafshah, Ummu Habibah, Saudah, dan Ummu Salamah. Sedangkan keempat orang lainnya bukan berasal dari wanita-wanita Quraisy, yaitu Zainab binti Jahsy Al-Asadiyah, Maimunah binti Harits Al-Hilaliyah, Shafiyyah binti Huyay binti Akhtab An-Nadhriyyah, dan Juwairiyah binti Harits Al-Mushthaliqiyyah.
Ketika ayat diatas diturunkan, Rasulullah saw. menawarkan hal tersebut kepada mereka (istri-istrinya). Nabi saw. memulai hal ini dari Aisyah istri yang paling dicintainya. Beliau saw. menyuruhnya untuk memilih seraya membacakan ayat Al-Qur-'an mengenai hal ini kepadanya. Aisyah ra. memilih Allah dan Rasul-Nya serta kehidupan akhirat. Hati Rasulullah saw. sangat gembira setelah mendengar jawabannya, kemudian pilihan tersebut diikuti pula oleh istri-istri beliau yang lainnya.
Sumber : Tafsir Al-Maraghi