Dan manusia mendoakan dirinya atau terhadap anak-anak dan hartanya dengan doa yang merusak ketika dia marah. Dia katakan, “Ya Allah, kutuklah aku. Ya Allah, binasakanlah aku,” seperti halnya dia berdoa kepada Tuhannya dengan doa yang baik yakni doa supaya Dia menganugerahkan kesehatan dan memberinya keselamatan. Dan andaikata doanya itu dikabulkan, sebagaimana Dia mengabulkan doanya yang baik, tentu binasalah dia. Akan tetapi, Allah dengan anugerah dan nikmat-Nya tidak mengabulkan doanya yang merusak itu, sebagaimana Dia firmankan:
“Dan kalau Allah menyegerakan keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pasti diakhiri umur mereka.” (Yūnus/10: 11)
Dan menurut sebuah hadis dikatakan:
“Janganlah kamu mendoakan kerusakan atas dirimu sendiri atau atas hartamu, yang sekiranya bertepatan dengan saat Allah mengabulkan doa, niscaya doa yang merusak itu dikabulkan-Nya.”
Ada pula sebuah riwayat bahwa Nabi saw. pernah menyerah-kan kepada Saudah binti Zam‘ah, seorang tawanan, maka tawanan itu mengadu ketika malam, sehingga berkatalah Saudah kepadanya, “Mengapa engkau mengadu,” dan tawanan itu pun mengadukan kepadanya tentang rasa sakit yang dirasakan akibat ikatan, yakni tali yang terbuat dari kulit tidak disamak, yang di-gunakan untuk mengikat kedua tangan dan lehernya. Maka oleh Saudah talinya itu dikendurkan. Namun ketika Saudah tidur, terbuka tali dari tangannya, lalu melarikan diri. Paginya, Nabi saw. menyuruh supaya tawanan dia didatangkan, yang kemudian diberitahukan kepada beliau akan hal tawanan tersebut. Maka berkatalah beliau saw.:
“Ya Allah, potonglah tangannya.”
Mendengar itu, Saudah mengangkat tangannya, menunggu jika Allah memotong tangannya, dan Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya aku telah meminta kepada Allah supaya doaku itu ditimpakan kepada orang yang tidak berhak menerima siksa di antara keluargaku karena rasa belas kasihan. Sebab, aku ini pun sesungguhnya manusia biasa, aku dapat marah seperti halnya kamu marah, maka hendaklah Saudah menarik kembali tangannya.”
Akan tetapi, bisa juga arti ayat tersebut ialah, bahwa manusia kadang-kadang keterlaluan dalam berdoa meminta sesuatu yang menurut keyakinannya mengandung kebaikan baginya. Padahal justru merupakan sebab bencana dan keburukan baginya, karena dia tidak tahu akan hal yang sebenarnya. Adapun sebab dia berani melakukan hal itu, karena manusia memang bertabiat tergesa-gesa dan terpedaya dengan hal-hal yang bersifat lahiriyah tanpa menyelidiki lebih dalam hakikat dan rahasia-rahasianya. Oleh karena itulah, maka Allah Ta‘ala berfirman:
Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa terhadap apa saja yang terbetik dalam hatinya tanpa mempedulikan bahayanya. Ayat ini merupakan isyarat bahwa Al-Qur'an mengajak kepada jalan yang lebih lurus, sedang manusia menolak, bahkan (memilih) jalan yang tercela.
Sumber : Tafsir Al-Maraghi
ADS HERE !!!