Diceritakan oleh Syaikh Jalaluddin as-Suyuthi di dalam kitab ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur:
Pada suatu hari di Madinah. Saat itu siang hari dengan cuaca yang sangat panas karena sinar matahari yang menyengat di hamparan gurun pasir yang tandus yang luas, sehingga kebanyakan penduduk Madinah enggan untuk keluar rumah dan biasanya menggunakan untuk tidur siang.
Adalah seorang sahabat Rasulullah, Abu Bakar as-Shidiq keluar rumah sambil terhuyung-huyung menahan lapar berjalan menuju masjid dan didapatilah sahabat-nya yaitu Umar bin Khattab yang ternyata telah lebih dahulu berada di dalam masjid.
Kemudian sahabat Umar-pun bertanya: “Saudaraku, ada maksud tujuan apa gerangan engkau saat siang hari panas begini datang kesini?”
“Aku keluar dari rumahku menuju tempat mulia ini karena rasa lapar dan haus dahaga yang menderaku,” jawab Abu Bakar.
“Demi Allah Dzat yang diriku ada di tangan-Nya, aku pun keluar rumah dan berada disini karena rasa lapar dahagaku sepertimu,” kata Umar.
Datanglah Rasulullah dan menghampiri mereka berdua yang sedang duduk di dalam masjid, beliau berkata: “Mengapa Anda berdua keluar rumah pada saat seperti ini?”
“Karena rasa lapar dan haus dahaga yang mendera perut kami-lah sehingga menyebabkan kami keluar dan berada di sini ya Rasulullah,” jawab mereka berdua.
“Demi Allah Dzat yang Mengutus-ku, karena sebab yang sama itulah aku keluar dari rumahku dan menuju ke sini, bangunlah dan marilah kita bersama-sama ke rumah Abu Ayyub al-Anshari.”
Ketika mereka bertiga sampai di rumah Abu Ayyub al-Anshari, disambutlah oleh istri Abu Ayyub “Marhaban bi Nabiyillaah wa biman ma’ah, Selamat datang ya Nabi Allah dan selamat datang pula orang yang bersamanya.”
Nabi pun seraya bertanya : “Dimanakah Abu Ayyub?”
“Suamiku baru keluar untuk suatu kepentingan yang tidak lama.”
Dalam waktu yang tidak lama datanglah Abu Ayyub al-Anshari. Saking begitu senang dan bahagianya kedatangan tamu orang-orang mulia, maka Abu Ayyub memilih dan memotong satu tangkai kurma terbaik yang segar.
Dari ini, kemudian Nabi menegurnya: “Kenapa harus dipotong sampai tangkainya dan tidak diambil buahnya saja untuk dimakan.”
“Aku ingin menghidangkan kurma yang matang dan masih segar untuk tamu istimewa-ku engkau ya Rasulullah,” jawab Abu Ayyub.
Abu Ayyub al-Anshari juga memilih domba mudanya untuk dipotong sebagai hidangan untuk tamu-tamu istimewanya, sebagian dimasak dengan bumbu-bumbu dan sebagian dipanggang.
Melihat hal yang seperti itu, teringatlah Rasulullah akan putri tercintanya Fatimah az-Zahra.
“Abu Ayyub, tolong bungkuslah sebagian hidangan ini dan minta tolong antarkan sekarang juga kepada putriku Fatimah, karena sudah berhari-hari ini dia tidak makan enak seperti ini.”
Abu Ayyub-pun meng-iyakan dan segera melaksanakan perintah Nabi itu.
Mereka menikmati hidangan itu, Rasulullah juga menikmati hidangan tersebut sampai kenyang. Kemudian Nabi berkata: “Roti, daging, kurma matang, kurma segar dan kurma muda…”
Beliau menyebut satu persatu makanan yang dihidangkan, sedangkan airmata beliau menggenangi pelupuk matanya, kemudian beliau berkata lagi: “Demi Dzat yang aku di dalam genggaman kekuasaan-Nya, inilah nikmat yang akan dimintai pertanggungjawaban kita di hari kiamat nanti,” seraya beliau membacakan Firman Allah:
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu peroleh hari ini).”
Hikmah dari dalam cerita di atas, Nabi dan kedua sahabatnya keluar rumah dalam keadaan lapar dahaga, kemudian Allah memberikan kenikmatan melalui Abu Ayyub al Anshari. Nabi menangis karena hal seperti itu-pun juga akan dimintai pertanggung jawabannya.
Bukankah, kita setiap pagi kita keluar dan pulang di setiap sore hari dan telah mendapatkan sesuatu?
Kita dahulu juga tidak punya apa-apa dan kemudian sekarang kita memiliki banyak sesuatu yang kita inginkan bahkan tidak hanya sekedar makanan?
Rosulullah dan para sahabatnya selalu ingat bahwa kenikmatan itu akan ditanya dan diminta pertanggung jawabannya.
Bagaimanakah dengan kita? Semoga manfaat.
Sumber: bangkitmedia.com