Imam Hakim meriwayatkan dalam Mustadrak dari Ibnu Abbas, dia berkata : “Manakala utusan-utusan Allah (malaikat) datang kepada Nabi Luth, Nabi Luth mengira bahwa mereka adalah para tamu biasa yang menemuinya. Maka Nabi Luth meminta mereka untuk mendekat dan mereka duduk di dekatnya. Nabi Luth menghadirkan tiga orang putrinya. Nabi Luth menyuruh putri-putrinya agar duduk di antara para tamu dan kaumnya. Maka beberapa utusan kaumnya datang dengan bergegas. Ketika Nabi Luth melihat mereka, dia berkata, ‘Hai kaumku, inilah putri-putriku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama) ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?’(QS. Hud : 78). Kaumnya menjawab, ‘Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu, dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki’(QS. Hud: 79). Nabi Luth berkata, ‘Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)’ (QS. Hud : 80).
Lalu Jibril menengok ke arah Nabi Luth dan berkata, ‘
Wahai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?’ (QS. Hud : 81).
Baca juga:
Hadits Nabi Tentang Komunitas LGBT
Ibnu Abbas berkata, “Lalu Jibril menghapus penglihatan mereka, maka mereka pulang dengan lari tunggang langgang sampai mereka keluar kepada orang-orang yang berada di pintu (menunggu di luar rumah Nabi Luth). Mereka berkata, ‘
Kami datang kepada kalian dari sisi orang yang paling mahir sihirnya. Dia telah menghilangkan penglihatan kami’. Maka mereka lari tunggang langgang sampai mereka masuk ke sebuah desa. Pada malam harinya, desa itu diangkat sampai berada di antara langit dan bumi, sehingga mereka mendengar suara-suara burung di udara. Kemudian desa itu dijungkirbalikkan, lalu keluarlah angin kencang kepada mereka. Barangsiapa terkena angin itu, pastilah ia mati. Dan barangsiapa yang kabur dari desa tersebut, maka ia akan dikejar oleh angin tersebut yang berubah menjadi batu dan akan membunuhnya.”
Ibnu Abbas melanjutkan, “Lalu Nabi Luth pergi dengan ketiga putrinya. Ketika dia sampai di suatu tempat di kota Syam, putrinya yang besar meninggal dunia, maka keluarlah darinya mata air yang bernama Wariyah. Nabi Luth terus berjalan hingga tiba di tempat yang dikehendaki oleh Allah, dan putrinya yang termuda meninggal dunia, maka memancarlah dari sisinya mata air yang diberi nama Ra’ziyah. Putri Nabi Luth yang masih hidup adalah yang tengah.”
Wallahu A’lam
Sumber : Kitab Shahihul Qishas
ADS HERE !!!