1.) Allah memberikan ujian dan cobaan dengan berbagai bentuk :
a. Cobaan jasmani dan rohani yang berupa penyakit, kecelakaan, rasa duka cita dan lain-lain.
b. Cobaan berupa kehilangan harta kekayaan, kebakaran dan lain-lain
c. Cobaan melalui sanak keluarga yang ditimpa penyakit, kematian dan lain-lain.
Pada dasarnya semua ujian dan cobaan yang menimpa itu adalah :
a. Disebabkan kedurhakaan terhadap Allah oleh manusia itu sendiri, itu sebagai balasan untuk menghapus dosa kedurhakaannya itu, agar manusia menjadi sadar atas kedurhakaannya.
b. Takdir Allah untuk menguji hamba-Nya dan kelak di akhirat akan diganti dengan rahmat dan keridlaan-Nya untuk yang sabar dan tawakkal ketika menerima ujian dan cobaan tersebut.
2.) Wahai hamba Allah, bersabarlah kamu karena dunia seisinya merupakan suatu ujian dan cobaan. Tiada nikmat kecuali disertai sakit, tiada kelapangan kecuali disertai kesempitan.
3.) Terdapat empat macam kesabaran :
a. Menahan diri dari segala perbuatan jahat, dan dari menuruti dorongan hawa nafsu angkara murka. Menghindarkan diri dari segala perbuatan yang mungkin dapat menjerumuskan diri ke jurang kehidupan dan merugikan nama baiknya. Maka ketika syahwat bergejolak hendak menggoncangkan keyakinan dan keimanan, hanya sabarlah yang dapat meneguhkan keimanan dengan memaksakan diri supaya berhenti di perbatasan syara’, dan sabar seperti inilah yang menyelamatkan keimanan kita.
b. Sabar dalam menjalankan suatu kewajiban, yaitu tidak merasa berat atau merasa bosan dalam menjalankan ibadah. Oleh karena itu, suatu ibadah adalah membutuhkan suatu kesabaran.
c. Sabar dalam membela kebenaran, melindungi kemaslahatan, menjaga nama baik bagi dirinya, keluarganya dan bangsanya. Sabar sepert ini adalah berani untuk membela kebenaran.
d. Sabar terhadap kehidupan dunia, yaitu sabar terhadap tipu daya dunia, tidak terpaut kepada kenikmatan kehidupan dunia, dan tidak menjadikan kehidupan dunia sebagai tujuan, melainkan hanya sebagai alat untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
4.) Wahai hamba Allah, ketahuilah bahwa sabar adalah tetap tegaknya dorongan agama menghadapi dorongan hawa nafsu. Sabar adalah sifat yang membedakan manusia dengan hewan dalam hal menundukkan hawa nafsu. Sedang dorongan hawa nafsu adalah tuntutan syahwat dan keinginan yang minta dipenuhi. Jadi sabar adalah suatu kekuatan, daya positif yang mendorong jiwa untuk melaksanakan kewajiban. Demikian pula sabar merupakan kekuatan yang menghalangi seseorang untuk melakukan kejahatan.
5.) Kebanyakan orang menduga bahwa sabar itu berarti merendahkan diri dan menyerahkan kepada keadaan, membiarkan diri hanyut dalam situasi dan kondisi, atau menghentikan usaha tanpa berusaha mencari jalan keluar yang baik, tanpa memperbaiki dan memperkuat amal perbuatan. Pengertian tersebut tidaklah tepat, sebab yang dimaksudkan dengan sabar adalah menghadapi cobaan dan ujian dengan cara yang baik, berusaha mencari jalan keluar dengan cara yang baik pula, dan membiasakan diri melakukan amal perbuatan yang shaleh dan usaha yang terpuji yang disertai dengan doa kepada Allah sambil menjadikan pengalamannya itu suatu dorongan untuk mempunyai kemauan yang keras, keimanan, keyakinan yang istiqomah.
6.) Wahai hamba Allah, janganlah kamu lari dari ujian dan cobaan, karena datangnya ujian dan cobaan yang dibarengi dengan sabar itu sebagai pondasi setiap kebaikan, pondasi kenabian, kerasulan, kewalian, dan kearifan, juga kecintaan kepada Allah itu ada pada ujian dan cobaan. Jika kamu tidak sabar atas datangnya ujian dan cobaan yang menimpa kamu, berarti kamu tidak punya pondasi. Sesungguhnya kamu yang lari dari ujian dan cobaan yang menimpa kamu, berarti kamu tidak butuh kewalian, ma’rifat dan dekat dengan Allah. Bersabarlah kamu sehingga kesabaran itu seiring bersama hatimu, rahasiamu, dan rohmu pada pintu yang lebih dekat pada Allah Azza wa Jalla.
7.) Manusia itu tidak lepas dari beban yang diberikan Allah kepadanya. Maka, kamu harus mengerti bahwa sabar atas beban, qadha, dan qadar itu jauh lebih baik dibandingkan isi dunia dan akhirat yang diserahkan kepadamu untuk bertasawuf.
8.) Wahai hamba Allah, perbanyaklah sifat diam dan sabar dari orang-orang yang menyakitimu. Jika mereka berbuat dosa besar yaitu melakukan maksiat kepada Allah, barulah kamu tidak boleh diam karena hal itu terlarang dan haram bagimu untuk berdiam diri. Disaat itu menasihati adalah termasuk ibadah sedang membiarkannya adalah suatu kemaksiatan. Apabila kamu mampu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar itu merupakan jalan yang baik yang telah terbuka di hadapanmu, maka masukilah dengan segera.
9.) Wahai hamba Allah, kerjakanlah perintah-Nya dan hentikanlah perbuatan terlarang. Bersabarlah kamu dalam menerima ujian dengan memperbanyak amalan sunah sehingga kamu disebut orang sabar yang beramal untuk mencari taufik Allah. Rendahkanlah dirimu di hadapan-Nya. Hentikan maksiat dari jalur lahir dan membencinya melalui jalur batin. Peganglah taufik-Nya, dan bersabarlah kamu atas ketentuan-Nya.
10.) “Sabar itu adalah bagian dari iman, seperti kepala merupakan bagian dari tubuh.” (Al-Hadits). Jika iman tanpa kesabaran bagaikan tubuh tidak berkepala, maka jika tidak sabar terhadap ujian yang menimpa berarti keimanannya mati, seperti matinya orang yang hilang kepalanya. Adapun makna sabar adalah tidak mengadu kepada seorangpun ketika mendapat ujian dan cobaan, tidak tergantung pada kasualita (hukum sebab akibat), tidak membenci cobaan dan juga tidak merasa gembira akan hilangnya cobaan.
11.) Untuk mengetahui sampai dimana kadar cinta kita kepada Allah, maka Allah akan menguji dimana kita tidak akan lepas dari segala ujian yang menimpa kita baik musibah yang berhubungan dengan diri kita sendiri, maupun yang menimpa pada sekelompok manusia atau bangsa. Terhadap semua ujian itu, hanya sabarlah yang memancarkan sinar yang memelihara seorang muslim dari jatuh kepada kebinasaan, memberikan hidayah yang menjaga dari rasa putus asa. Sebagai orang muslim wajib meneguhkan hatinya dalam menanggung segala ujian dan penderitaan dengan tenang. Demikian juga dalam menunggu hasil pekerjaan, kita hadapi dengan ketabahan dan sabar serta tawakkal.
12.) Apabila seseorang menghadapi cobaan atau penderitaan itu dengan ridlo, ikhlas dan mencari jalan keluar dengan cara yang sebaik-baiknya, tidak mengeluh, tidak mengadu, apalagi merintih, maka Allah pasti akan memudahkan baginya urusan hisabnya. Allah akan menyegerakan pahalanya, memberkati kehidupannya sehingga timbangan amalnya tidak diberati dengan kejahatan tetapi diberati dengan ketaatan dan pahala. Jadi, apabila manusia itu menghadapi ujian dengan sabar, maka ia termasuk lulus dari ujian itu. Tetapi apabila menghadapi ujian dengan tidak sabar, maka ia tergolong manusia yang tidak berhasil, dan putus asa itu bukanlah sifat orang mukmin.
13.) Orang-orang yang mencintai Allah tentu rela atas ketentuan-Nya, bukan kepada yang lain-Nya. Mereka selalu memohon pertolongan dari-Nya dan mempersempit selain Dia. Pahitnya dan susahnya kefakiran sebagai kemanisan baginya, tanpa mengurangi arti rela kepada-Nya, dan merasa senang dan nikmat bila bersama-Nya. Kayanya dalam kefakirannya, nikmatnya dalam kesakitannya, keberaniannya dalam ketakutannya, dan dekatnya dalam jauhnya. Alangkah senang bagimu wahai orang-orang yang sabar, orang-orang yang rela, orang-orang yang memadamkan nafsu dan hawanya.
Wallahu A’lam
Sumber: Buku Wejangan Syekh Abdul Qodir Jaelani