1.) Barangsiapa yang tidak bersyukur dengan segala nikmat Allah, maka hal tersebut menunjukkan telah hilangnya nikmat-nikmat itu. Dan barangsiapa yang bersyukur dengan nikmat itu, maka ia telah mengikatnya dengan tali nikmat tersebut.
2.) Dengarlah wejangan ulama: “Jadilah kamu di dunia ini seperti orang yang membalut lukanya, yaitu sabar atas pahitnya obat, dan penuh harap atas lenyapnya cobaan”. Setiap cobaan dan sakit pasti berhubungan dengan makhluk. Juga penglihatan mereka pada sengsara, manfaat, pemberian, dan penolakan. Oleh karena itu, obat dan lenyapnya cobaan itu terletak pada ketiadaan makhluk dari hatimu dan tanggapanmu tatkala ketentuan Allah datang padamu.
3.) Allah Azza wa Jalla telah memberikan berbagai macam nikmat kepada umat manusia berupa hidayah dan berupa rezeki. Nikmat Allah yang paling besar adalah nikmat berupa hidayah, petunjuk kepada kebenaran, nikmat iman dan Islam. Dengan hidayah ini manusia akan dapat mensyukuri semua nikmat yang telah Allah berikan kepadanya sehingga adanya nikmat yang berupa rezeki akan selalu disyukuri, dipergunakan untuk menolong orang-orang fakir, untuk berjuang di jalan Allah. Sebaliknya jika manusia menelantarkan nikmat hidayah yang telah diberikan kepadanya, maka nikmat rezeki yang diberikan kepadanya itu bagaikan siksa bagi dirinya dikarenakan dengan adanya rezeki itu bukan menambah taatnya kepada Allah, justru menambah jauh dari Allah.
4.) “Iman itu ada dua bagian, sebagian berisi sabar dan sebagian berisi syukur.” (Al-Hadits). Apabila kamu tidak sabar tatkala tertimpa suatu penyakit dan musibah, dan juga tidak bersyukur tatkala memperoleh kenikmatan, berarti kamu bukan seorang mukmin sejati. Di antara kebenaran Islam seseorang adalah terletak dalam kepasrahan jiwanya.
Wallahu A’lam
Sumber: Buku Wejangan Syekh Abdul Qodir Jaelani
ADS HERE !!!