Bid’ah kata sebagian orang suatu amalan yang tidak pernah dilakukan dan diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw., kata mereka tidak ada paket dari Rasulullah saw., dan masih kata mereka bid’ah itu hanya satu; bid’ah munkaroh, dan setiap bid’ah pasti dholalah, sesat!, setiap yang sesat pasti neraka kaplingnya, iihh, ngeri!!!.
Pastinya gimana ya bid’ah itu, aku sendiri sedang ngaji dan belajar sampai hari ini masih belum paham tentang bid’ah, masih kosong melompong.
Tapi kalau bid’ah seperti yang dikatakan seperti diatas, kenapa ya ada beberapa sahabat yang mengamalkan sesuatu tanpa sepengetahuan Nabi Muhammad saw.?, bahkan justru mendapat pujian dari Sang Pengutus Nabi Muhammad saw., yaitu Sang Khaliq, Sang pecipta alam semesta ini, Allah Jalla Jalaluh.
Masak iya amalan sahabat tanpa diketahui oleh Nabi?, nggak percaya ya sudah, tapi monggo perhatikan tersebut dibawah ini:
Monggo perhatikan dengan jeli, teliti, seksama dan jernih hati hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Khuzaimah dibawah ini :
عن عُوَيم بن ساعدة الأنصاري: أَنَّهُ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُمْ فِي مَسْجِد قُبَاءَ فَقَالَ : إنَّ اللَّه تَعَالَى قَدْ أَحْسَنَ عَلَيْكُمْ الثَّنَاءَ فِي الطَّهُور فِي قِصَّة مَسْجِدِكُمْ فَمَا هَذَا الطَّهُورُ الَّذِي تَطَّهَّرُوْنَ بِهِ؟ قَالُوْا : وَاَللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا نَعْلَمُ شَيْئًا إلَّا أَنَّهُ كَانَ لَنَا جِيْرَانٌ مِنْ الْيَهُوْدِ وَكَانُوْا يَغْسِلُوْنَ أَدْبَارهمْ مِنْ الْغَائِطِ فَغَسَلْنَا كَمَا غَسَلُوْا. رواه أحمد وابن خُزيمة في صحيحه وَفِي حَدِيث رَوَاهُ الْبَزَّار: فَقَالُوا نَتْبَع الْحِجَارَة بِالْمَاءِ “فَقَالَ هُوَ ذَاكَ فَعَلَيْكُمُوهُ”
Dari Uwaim bin Saidah Al-Anshari ra.: Bahwasannya Nabi saw. mendatangi penduduk Quba’ di masjid Quba’, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah membaguskan pujian-Nya kepada kalian dalam bersuci (dari najis) yang dikisahkan di masjid kalian ini, apa sebenarnya tentang bersuci yang kalian lakukan?”, mereka menjawab: “Demi Allah ya Rasulallah, kami tidak tahu menahu tentang apa-apa, hanya saja kita punya tetangga seorang Yahudi, mereka membasuh (dengan air) dari dubur-dubur (kemaluan) mereka dari jamban (WC), kemudian kita ikut membasuh seperti halnya mereka membasuh dengan air.” (HR. Imam Ahmad dan Imam Khuzaimah, dan ia menshahihkan hadits ini)
Dalam hadits Imam Bazzar ada tambahan: Maka kita mengiringi bersuci dengan batu, kemudian dengan air, maka Nabi bersabda: “Begitulah cara yang baik, dan langgengkanlah!”
Dan pujian Allah Jalla Jalaluh wa Azza Dzikruh adalah sebagaimana bunyi ayat 108, surat At-Taubah, berikut ini :
“Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
Dari hadits diatas dapat diambil pelajaran bahwa:
1.) Membasuh, bersuci dengan air sebelum ayat ini turun tidak dikenal di kalangan para sahabat, mereka mengenal sebagaimana yang diajarkan Nabi, yaitu bersuci dengan cara istinja’, yaitu mengusap dubur dan qubul (kemaluan) dengan batu yang suci 3 kali usapan,
2.) Mengamalkan suatu amalan tidak harus terlebih dahulu dipaketkan oleh Nabi, asal baik dan tidak bertentangan dengan syari’at boleh diamalkan,
3.) Mengamalkan suatu amalan, sebelum mendapatkan ketetapan dari Rasulullah saw., asal tidak bertentangan dengan syari’at diperbolehkan,
4.) Mengamalkan suatu amalan yang berasal dari non-muslim, Yahudi dan lainnya diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Dari sini jelas bersuci dari najis, atau dikenal di kalangan kita dengan cebok (istinja’) dengan air pada awal Islam belum dan bahkan tidak dikenal, mereka baru mengenal setelah ayat 108, surat At-Taubah itu turun dan Rasulullah saw. menanyakan kepada penduduk Quba’, setelah mendapatkan jawaban ahli Quba’ baru Rasulullah saw. memerintahkan untuk melakukannya dengan langgeng (Begitulah cara yang baik, dan langgengkanlah!).
Dengan begitu amalan ahli Quba’ bersuci dengan air itu, tidak atas petunjuk dari Rasulullah saw., pertanyaan besarnya apakah perbuatan ini termasuk Bid’ah Dholalah, karena tidak ada paket dari Rasulullah saw., atau yang seperti yang dikatakan para ulama Salafuna As-Shalihin Bid’ah tapi Hasanah?
Monggo dirunut, digaleh….direnungkan…. dipikirkan sendiri, secara jeli….teliti dan akurat!
والله أعلم بالصواب وهو الموفق الى أقوم الطريق والهادي الى سواء السبيل
Oleh: KH. Muhammad Hanif Muslih, Pengasuh Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak.
Sumber: bangkitmedia.com