Ketika Rasulullah menerima wahyu di awal-awal kenabiannya, beliau ragu dengan apa yang terjadi. Sayyidah Khadijah mengajaknya menemui Waraqah bin Naufal, saudara sepupunya. Waraqah bin Naufal adalah orang yang menguasai kitab-kitab suci terdahulu, khususnya Yahudi dan Nasrani. Waraqah bin Naufal termasuk orang langka. Di saat mayoritas orang Quraisy menyembah berhala, ia mempercayai tradisi agama-agama terdahulu dan menolak menyembah berhala. Ia mencari agama yang lurus (al-millah al-hanafiyyah) dan ajaran Ibrahim (al-syari’ah al-ibrahimiyyah). Hal ini tercatat dalam kitab Nawadir al-Mahthuthat yang mengatakan:
“Di dalamnya terdapat (pencari/penganut) agama lurus yang islamiyyah dan syariat Nabi Ibrahim, sebagian dari mereka adalah Quss bin Sa’idah al-Iyadi (w. 23 SH), Waraqah bin Naufal al-Asadi, Zaid bin ‘Amr dari Bani ‘Adi yang terbunuh oleh orang Romawi karena melakukan pencarian.” (Syekh Abdussalam Muhammad Harun, Nawadir al-Mahthuthat, juz 1, hal. 327)
Nasab Waraqah dari pihak ayah adalah Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, sedang dari pihak ibu adalah Hindun binti Abu Kabir bin ‘Abd bin Qushay. Waraqah bin Naufal merupakan penganut agama Nasrani. Imam Ibnu Ishaq berkata: “Ia seorang Nasrani yang benar-benar mengikuti kitab-kitab.” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibn Hisyam, juz 1, hal. 361-364). Ia menentang penyembahan berhala yang dilakukan masyarakatnya. Salah satu riwayat yang menunjukkan keyakinannya adalah perkataannya terhadap teman-temannya:
“Apakah kalian mengetahui, demi Allah kaum kalian tidak berada dalam agama (yang benar). Cara pandang mereka salah. Mereka telah meninggalkan agama Ibrahim.” (Imam Ibnu ‘Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, juz 3, hal. 424)
Dari berbagai riwayat, Waraqah bin Naufal adalah orang yang haus dengan kebenaran. Ia berkelana ke sana-kemari mencarinya, melintasi berbagai negeri dan kota. Dalam salah satu riwayat diceritakan:
“Sesungguhnya Zaid bin Amr dan Waraqah bin Naufal keduanya berkelana mencari agama (yang benar) hingga keduanya sampai kepada seorang pendeta di Mosul (Iraq). Pendeta itu berkata kepada Zaid bin ‘Amr: ‘Darimana engkau berasal, wahai penunggang unta?.’ Zaid bin ‘Amr menjawab: ‘Dari rumah Ibrahim (Ka’bah/Makkah)’. Pendeta itu berkata: ‘Apa yang sedang engkau cari?’. Zaid bin ‘Amr menjawab: ‘Aku sedang mencari agama (yang benar)’. Pendeta itu berkata: ‘Kembalilah, sesungguhnya engkau telah dekat dengan kemunculan (agama yang benar) di tanahmu (daerahmu)’. Zaid bin ‘Amr berkata: ‘Adapun Waraqah bin Naufal menjadi seorang Nasrani, tapi aku kehilangan (ketertarikan) terhadap agama Nasrani, karenanya Waraqah bin Naufal tidak sependapat denganku. Kemudian Zaid bin ‘Amr kembali (ke Makkah).” (Imam Ibnu ‘Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, juz 19, hal. 500)
Waraqah bin Naufal belajar pada banyak guru, dan menguasai kitab-kitab terdahulu. Ia juga menyalin Perjanjian Baru ke dalam bahasa Arab. Ia memahami betul isi kitab-kitab suci terdahulu, terutama dalam tradisi Ibrahim. Sebagai saudara sepupunya, Sayyidah Khadijah mengetahui keahlian Waraqah bin Naufal. Karena itu, ia membawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepadanya, dan menanyakan peristiwa yang dialami suaminya. Setelah diceritakan secara mendetail, Waraqah bin Naufal mengatakan:
“Berbahagialah, kemudian berbahagialah. Aku bersaksi bahwa engkau adalah orang yang (dijanjikan) membawa kabar gembira oleh (Isa) putra Maryam. Sesungguhnya engkau (didatangi malaikat) seperti Namus (Jibril) untuk Musa. Sesungguhnya engkau adalah nabi yang diutus. Sesungguhnya engkau akan diperintahkan untuk berjihad setelah harimu (diangkat menjadi nabi) ini, dan andai aku masih bertemu masa itu, sungguh, aku akan berjihad bersamamu.” (Imam Abu Bakr al-Baihaqi, Dala’il al-Nubuwwah, juz 2, hal. 158-159)
|
Ilustrasi Waraqah bin Naufal |
Dalam riwayat lain dikatakan, pertama kali Sayyidah Khadijah menemui Waraqah bin Naufal adalah ketika ia mendengar cerita pembantunya, Maisarah, tentang perkataan Rahib yang melihat Muhammad dilindungi oleh dua malaikat. Dalam riwayat itu dikatakan:
“Ibnu Ishaq berkata: Khadijah binti Khuwailid bercerita kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza -ia adalah anak pamannya, seorang Nasrani yang bersungguh-sungguh mengikuti kitab-kitab, dan orang yang berilmu di (kalangan) manusia- apa yang diceritakan pembantunya, Maisarah, kepadanya tentang perkataan seorang pendeta, bahwa ia melihat Muhammad selalu dinaungi oleh dua malaikat. Waraqah bin Naufal berkata: ‘Jika (ceritamu) ini benar, wahai Khadijah, sesungguhnya Muhammad adalah nabi umat ini. Sungguh aku telah mengetahui bahwa ada nabi yang dinantikan untuk umat ini, dan inilah waktunya’.” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibn Hisyam, juz 1, hal. 364)
Waraqah bin Naufal diperkirakan wafat sekitar tahun 610 M, tidak lama setelah Nabi Muhammad menerima wahyu pertamanya. Soal kedudukannya di akhirat, banyak riwayat yang menunjukkan bahwa Waraqah bin Naufal adalah ahli surga. Berikut beberapa riwayat yang menjelaskan tentang itu:
“Kemudian Waraqah bin Naufal meninggal (tak lama setelah meyakini kenabian Muhammad), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Aku melihat sang pendeta (Waraqah bin Naufal) di surga mengenakan baju hijau’.” (Imam Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, juz 20, hal. 233)
Imam Abu al-Qasim al-Suhaili (508-581 H) dalam al-Raudl al-Unuf menulis satu paragraf khusus membahas kedudukan Waraqah bin Naufal di akhirat. Beliau menulis:
“Waraqah adalah seseorang yang beriman kepada nabi sebelum masa diutus, al-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: (Aku melihat Waraqah bin Naufal dalam mimpi, dia mengenakan baju putih. Jika dia termasuk ahli neraka, dia tidak akan mengenakan baju putih). Hadits ini lemah dalam isnadnya karena ada Utsman bin Abdurrahman, tetapi hadits tersebut dikuatkan dengan perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini: (Aku melihat pendeta -maksudnya Waraqah- dia mengenakan baju sutera, karena dia adalah orang pertama yang beriman kepadaku dan membenarkanku).” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibn Hisyam, juz 1, hal. 362)
Dengan dasar beberapa riwayat di atas, bisa dikatakan bahwa Waraqah bin Naufal termasuk ahli surga seperti yang dikatakan oleh Rasulullah. Salah satu alasan kenapa Waraqah bin Naufal termasuk ahli surga, Imam Abu al-Qasim al-Suhaili mengatakan: “(karena) Waraqah bin Naufal (selalu) mengingat Allah dalam (setiap) perjalanannya di masa jahiliyah dan (selalu) bertasbih kepada-Nya.” Sebagai bukti, potongan syair Waraqah bin Naufal perlu ditampilkan:
“Sungguh telah kunasihati orang-orang, kukatakan pada mereka: aku adalah pengingat, agar engkau tak mudah terbujuk orang. Jangan pernah engkau sembah tuhan yang bukan penciptamu.” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibn Hisyam, juz 1, hal. 362)
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU