Jabatan kerap kali membutakan mata dan hati seseorang. Berbagai macam upaya akan dilakukan asal kekuasaan bisa digenggam. Entah itu menghabisi lawan atau saingannya. Menipu, berbuat curang ataupun mengambil kesempatan dalam kesempitan. Namun demikian, sifat, sikap, dan ambisi seperti itu tidak ada dalam diri Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib memegang erat sabda Nabi Muhammad saw. yang melarang untuk meminta-minta jabatan. Titah inilah yang membuat Sayyidina Ali bin Abi Thalib menolak ketika para sahabat memintanya untuk menjadi Khalifah keempat, menggantikan Sayyidina Utsman bin Affan yang wafat akibat pemberontakan.
Merujuk buku Ali bin Abi Thalib, sampai kepada Hasan dan Husain, Sayyidina Ali bin Abi Thalib bahkan menolak beberapa kali ketika ditunjuk menjadi Khalifah keempat.
Dikisahkan, sesaat setelah Sayyidina Utsman bin Affan terbunuh, para sahabat senior Nabi Muhammad saw. dari kalangan Muhajirin dan Anshar seperti Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan lainnya mendatangi rumah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Mereka meyakinkan bahwa yang paling pantas dan berhak menjadi Khalifah keempat adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Mereka mendesak Sayyidina Ali bin Abi Thalib agar bersedia dibaiat. Umat tidak boleh terlalu lama tanpa pemimpin. Terlebih setelah terjadi pemberontakan terhadap Khalifah Utsman bin Affan, Khalifah ketiga, di beberapa wilayah kekuasaan Islam. Sayyidina Ali dipilih karena kedudukan dan hubungannya yang begitu dekat dengan Nabi Muhammad saw. Di samping dia termasuk golongan pertama yang masuk Islam (assabiqunal awwalun). Namun pada saat itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib menolak untuk dibaiat.
“Jangan! Lebih baik saya menjadi wazir (menteri) daripada amir (khalifah),” kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengelak.
Penolakan Sayyidina Ali bin Abi Thalib malah membuat umat Islam dari berbagai penjuru wilayah kekuasaan Islam -tidak hanya dari Madinah- datang ke rumahnya. Mereka keukeuh mendesak agar Sayyidina Ali bin Abi Thalib bersedia dibaiat menjadi Khalifah keempat. Mereka tidak hanya datang ke rumah Sayyidina Ali bin Abi Thalib sekali atau dua kali, tapi beberapa kali.
“Biarkan saya, carilah yang lain,” lagi-lagi Sayyidina Ali bin Abi Thalib menolak.
“Kami tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum Anda kami baiat,” balas mereka.
Desakan yang begitu kuat dan dorongan yang begitu deras membuat Sayyidina Ali bin Abi Thalib tidak bisa mengelak lagi. Akhirnya dia bersedia dibaiat untuk menjadi Khalifah keempat. Ia meminta tempat pembaiatannya dilakukan di Masjid Nabawi secara terbuka dan diikuti oleh umat Islam.
Maka pada Senin 21 Zulhijjah 25 H/20 Juni 656 M, Sayyidina Ali pergi ke Masjid Nabawi untuk dibaiat. Orang pertama yang membaiatnya adalah Thalhah bin Ubaidillah, kemudian disusul Zubair bin Awwam. Riwayat lain menyebutkan bahwa yang pertama kali membaiat adalah para pemuka yang menentang pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Sementara Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam baru bersedia membaiat Sayyidina Ali bin Abi Thalib setelah ada kejelasan tentang penyelesaian kasus pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan.
Wallahu ‘Alam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!