Setiap keturunan Nabi Adam pasti pernah melakukan kesalahan, kecuali para nabi yang memang dijaga (ma’shum) oleh Allah subhânahu wa ta’ala. Selain syirik (menyekutukan Allah), dosa selainnya terdapat potensi akan diampuni oleh Allah. Dosa syirik tidak akan pernah diampuni oleh Allah kecuali jika pelakunya melakukan pertobatan khusus. Perlu menjadi catatan, di sini hanya disampaikan “ada potensi”. Kalau saja Allah tidak mengampuni selama-lamanya, itu hak preogatif Allah sendiri. Wallahu a’lam. Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Khuzaiman dalam kitab at-Tauhid:
وَاللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ يَشَاءُ غُفْرَانَ كُلِّ مَعْصِيَةٍ يَرْتَكِبُهَا الْمُسْلِمُ دُونَ الشِّرْكِ، وَإِنْ لَمْ يَتُبْ مِنْهَا، لِذَاكَ أَعْلَمَنَا فِي مُحْكَمِ تَنْزِيلِهِ فِي قَوْلِهِ: وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Allah azza wa jalla terkadang berkenan mengampuni segala macam maksiat yang dilakukan oleh orang Muslim, selain syirik, meskipun orang tidak pernah bertobat dari dosanya. Oleh karena itu, Allah mengajari kita dalam Al-Qur’an ‘dan mengampuni selain dosa itu (syirik) kepada siapa pun yang dikehendaki (Allah)’ (QS. An-Nisa: 48).” (Muhammad bin Khuzaimah, at-Tauhid wa Itsbati Shifatir Rabb, juz 2, hal. 832)
Dosa selain syirik, meskipun berpotensi diampuni Allah, menurut Sufyan ats-Tsauri, masih ada satu syarat lagi, yaitu saat melakukan dosa, pelakunya tidak melakukan dosa tersebut dengan dibarengi hati yang sombong.
Artinya, apabila ada orang melakukan dosa, semata-mata ia larut, melakukan dosa hanya untuk mengikuti hawa nafsunya, ia masih punya secercah harapan akan diampuni Allah suatu saat nanti. Adapun pelaku dosa sombong, tidak punya harapan sekali untuk diampuni Allah.
Mengapa dosa yang dilakukan orang Muslim dengan sombong tidak akan diampuni? Karena dosa disertai sombong merupakan perbuatan Iblis. Pada saat Allah memerintah Iblis untuk bersujud (hormat) kepada Adam, Iblis tidak sudi melakukannya lantaran sombong.
Dosa disertai kesombongan berarti maksiat dalam dua sisi. Secara lahiriah memang melakukan maksiat. Dari sudut batin, orang tersebut juga bermaksiat. Sifat sombong merupakan sifat yang hanya berhak dimiliki Allah. Tidak ada makhluk satu pun yang berhak memakai. Berbeda dari sifat ar-Rahman, Mahakasih, misalnya. Selain Allah mempunyai sifat ini, manusia diberi sifat kasih pula oleh Allah.
Adapun kesalahan yang hanya dalam rangka mengikuti syahwat atau menuruti hawa nafsu saja tanpa dibarengi rasa sombong dalam hati, seperti kesalahan Nabi Adam ketika beliau makan buah khuldi yang menjadikannya dikeluarkan dari surga. Meskipun sampai dikeluarkan begitu, Nabi Adam pada akhirnya diampuni oleh Allah karena beliau hanya mengikuti keinginan, bukan dalam rangka sombong. Yang perlu menjadi catatan, cerita Nabi Adam tersebut tidak menunjukkan bahwa Nabi Adam maksiat sebagaimana kita maksiat.
Hal ini diungkapkan oleh Sufyan ats-Tsauri, seorang pembesar tabi’in, pembesar ulama hadits. Beliau menjadi rujukan sebagaimana Abu Bakar dan Umar dalam masanya.
وَعَنْ سُفْيَان الثَّوْرِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: كُلُّ مَعْصِيَةٍ عَنْ شَهْوَةٍ فَإِنَّهُ يُرْجَى غُفْرَانُهَا، وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عَنْ كِبْرٍ فَاِنَّهُ لَا يُرْجَى غُفْرَانُهَا، لِاَنَّ مَعْصِيَةَ اِبْلِيْسَ كَانَ اَصْلُهَا مِنَ الْكِبْرِ، وَزِلَّةَ آدَمَ كَانَ اَصْلُهَا مِنَ الشَّهْوَةِ.
“Dari Sufyan ats-Tsauri radliyallahu anh, ‘Setiap maksiat yang dilakukan dari unsur syahwat atau keinginan, pengampunan dari Allah layak diharapkan. Setiap maksiat yang timbul dari kesombongan, tidak bisa diharapkan ampunannya dari Allah. Karena maksiat iblis, bertumpu atas dasar kesombongan, dan kesalahan Adam pondasinya adalah mengikuti keinginan saja.” (Syihabuddin Ibnu Hajar al-Asqalani, Nashaihul ‘Ibad, hal. 11).
Wallahu A'lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!