Alkisah, KH. Muhammad Arwani disuruh ayahnya, KH. Amin, untuk mengantarkan adiknya, KH. Ahmad Da’in Amin, untuk mentashihkan bacaan tahfidz Qur’annya kepada KH. Muhammad Munawwir.
Ceritanya, KH. Ahmad Da’in Amin, sudah berhasil menghafalkan Al-Qur’an sendiri. Oleh ayahnya, hafalan tersebut diminta ditashihkan kepada KH. Munawwir. Adapun KH. Muhammad Arwani sendiri belum hafal Al-Qur’an ketika itu, tetapi beliau sudah hebat mengaji kitabnya karena lulusan Pondok Jamsaren (Solo) dan Tebuireng (Jombang). Bahkan ketika di Tebuireng, oleh Almarhum KH. Hasyim Asy’ari, beliau sudah diperkenankan menjadi qari’ (pengajar) di masjid, yang kedudukan itu tidak akan diperoleh santri kecuali yang memang sudah mumpuni.
Proses mentashih hafalan Al-Qur’an tentu berlangsung berbulan-bulan. Dan KH. Muhammad Arwani disuruh ayahnya untuk menunggui adiknya selama mondok di Krapyak, Yogyakarta. Berhari-hari menunggu adiknya mentashih hafalan Al-Qur’an, KH. Muhammad Arwani kemudian tahu bahwa KH. Muhammad Munawwir juga mengajar kitab Matn Syatibiyyah, yaitu kitab panduan mengenai Qira’ah Sab’iyyah. Beliau pun tertarik untuk ikut mengaji.
Niatan itu pun dihaturkan kepada KH. Muhammad Munawwir. Oleh Mbah Munawwir keinginannya dipenuhi, asal mau membayar maharnya.
“Apa maharnya?” tanya Kiai Arwani
“Maharnya (syaratnya), kamu harus hafal Al-Qur’an terlebih dahulu.” jawab Mbah Munawwir
Beliau kemudian menyanggupi syarat Mbah Munawwir untuk bisa ikut ngaji kitab Matn Syatibiyyah, yaitu menghafal Al-Qur’an. Dan hanya dalam waktu 1,5 tahun, beliau sudah berhasil hafal keseluruhan Al-Qur’an (30 juz). Sesudah itu beliau baru ikut mengaji kitab Syatibiyyah.
Di tengah perjalanan mengaji kitab tersebut, KH. Amin (ayah Kiai Arwani) memanggilnya pulang (boyong) untuk dinikahkan, mengingat usianya yang sudah cukup tua. Permintaan boyong itu ganti ditolak oleh Mbah Munawwir mengingat ngaji kitabnya belum khatam. Sesudah bermusyawarah, akhirnya disepakati kalau pulangnya sekadar akad nikah, tetapi kemudian langsung kembali lagi ke Pondok.
|
KH. Arwani Amin bersama KH. Abdullah Salam |
Singkat cerita, KH. Muhammad Arwani kemudian berhasil mengkhatamkan Qira’ah Sab’iyyah melalui kitab Matn Syatibiyyah. Simbah KH. Muhammad Munawwir bahkan berkata, “Siapa saja yang mau meraup (mengambil) semua ilmuku, silahkan mengaji kepada Arwani.”
Hal itu dilakukan sebagai bentuk pujian kepada muridnya yang penuh mahabbah, setia, khidmah, tawadlu dan tentu saja cerdas itu. KH. Arwani kemudian memang dikenal sebagai satu-satunya santri Mbah Munawwir yang belajar kitab Matn Syatibiyyah hingga tuntas. Untuk kepentingan itu, beliau mondok di Krapyak selama 11 tahun. Kalau bacaan tahfidz Qira`ah Masyhurah (riwayat Imam Hafsh dari Imam ‘Ashim) berhasil beliau selesaikan selama 1,5 tahun, berarti beliau mengaji Qira’ah Sab’iyyah selama 9,5 tahun.
Riwayat cerita ini saya (Gus Hilmy) dapatkan dari KH. Harir Muhammad (satu-satunya cucu Syaikh Muhammad Mahfudz Termas, dan murid Almarhum KH. Muhammad Arwani Amin, Kudus, yang juga Pengasuh PP. Betengan, Demak, pada Malam Ahad, tanggal 22 Dzul-Qa`dah 1431 H/30 Oktober 2010 M. Cerita ini beliau dapatkan langsung dari gurunya, yaitu KH. Muhammad Arwani Amin.
Sumber: gushilmy.com
ADS HERE !!!