Datang seseorang yang miskin kepada Sang Pemimpin (Rasulullah saw.) mengeluhkan kondisinya yang sangat lapar. Sang Pemimpin pun bertanya kepada istrinya kalau-kalau ada sesuatu yang dapat disuguhkan kepada tamunya. Ternyata di rumah Sang Pemimpin pun yang ada hanya air. Sang Pemimpin kemudian bertanya kepada orang-orang di sekelilingnya (para sahabat), “Siapa yang bersedia menjamu tamuku ini?”
“Saya;” kata seorang sahabat. Lalu orang ini pun segera pulang ke rumahnya sendiri membawa tamunya Rasulullah saw.
“Saya membawa tamunya pemimpin kita, tolong sediakan makanan untuk menjamunya!” katanya kepada istrinya.
“Wah, sudah tidak ada makanan lagi, kecuali persediaan untuk anak-anak kita;” bisik sang istri.
“Sibukkan mereka;” kata suaminya lirih, “Kalau datang waktunya makan, usahakan mereka tidur. Nanti kalau si tamu akan masuk untuk makan, padamkan lampu dan kita pura-pura ikut makan!”
Demikianlah keluarga itu menjalankan skenario kepala rumah tangganya. Dan mereka menahan lapar mereka sendiri hingga pagi hari.
Esok harinya sebelum laporan, Sang Pemimpin yang tidak lain adalah Rasulullah saw., sudah menyambut kepala rumah tangga–seorang sahabat Anshar–itu dengan tersenyum, sabdanya: “Allah takjub menyaksikan perlakuan kalian berdua terhadap tamu kalian semalam.”
Anda tahu kisah ini bukan dongeng, karena ini hadis muttafaq ‘alaih yang bersumber dari sahabat Abu Hurairah ra. Tapi tetap saja kedengarannya seperti dongeng, bukan?!
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!