Diceritakan, bahwa Rabi’ah Adawiyah itu mempunyai tingkah laku yang berubah-ubah. Suatu ketika perasaan cintanya kepada Allah begitu berat, hingga ia tidak sempat lagi berbuat apa-apa. Diwaktu lain ia kelihatan tenang nampak seperti tidak ada masalah, dan lain waktu ia kelihatan sangat takut dan cemas.
Suaminya menceritakan, suatu hari aku duduk sambil menikmati makanan. Sementara ia duduk disampingku dalam keadaan termenung lantaran dihantui peristiwa kiamat. Aku berkata: “Biarkan aku sendirian menikmati makanan ini”. Ia menjawab: “Aku dan dirimu itu bukanlah termasuk orang yang dibuat susah dalam menyantap makanan, lantaran mengingat akhirat”. Lebih lanjut ia berkata: “Demi Allah, sesungguhnya bukanlah aku mencintaimu seperti kecintaannya orang yang bersuami istri pada umumnya. Hanyalah kecintaanku padamu sebagaimana kecintaan orang yang bersahabat”. Kalau Rabi’ah Adawiyah memasak makanan, ia berkata: “Majikanku, makanlah masakan itu. Karena tidak patut bagi badanku kecuali membaca tasbih saja”. (yang dimaksud majikan adalah suami dari Rabi’ah Adawiyah sendiri).
Hingga suatu hari Rabi’ah berkata pada suaminya: “Tinggalkan diriku, silakan kamu menikah lagi”. Hal itu dikatakan ketika suaminya masih hidup. Maka aku (suaminya) pun menikah lagi dengan tiga orang perempuan. Saat itu Rabi’ah masih setia melayani keperluan suaminya, termasuk memasakkan makanan. Suatu hari, Rabi’ah Adawiyah memasakkan daging untuk suaminya, ia berkata: “Tinggalkanlah diriku dengan membawa kekuatan yang baru menuju istri-istrimu yang lain”.
Sumber: Kitab Uqudu Lujain
ADS HERE !!!