Berbicara mengenai sosok Nabi Ibrahim as. tidak akan pernah habis dikupas. Beliau memperoleh gelar dari Allah swt. “Khalilullah” (Kekasih Allah) karena kebaikan-kebaikannya. Di antara kebaikan-kebaikannya, beliaulah yang mengajarkan ilmu tauhid pertama kali hingga mendapatkan hidayah Allah swt. setelah beliau berpikir lama dan merenung terhadap penciptaan bintang, bulan dan matahari. Beliau juga dikenal sebagai orang kaya yang dermawan, karena terbukti beliau pernah menyembelih kurban fisabilillah berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Kedermawan beliau juga dibuktikan, tatkala beliau seringkali mengajak tamu yang datang ke rumahnya untuk diajak makan bersama.
Selain itu, Nabi Ibrahim as. dikenal sebagai sosok nabi yang paling berhasil mendidik putra dan keturunannya menjadi seorang nabi/rasul yang menyampaikan risalah dari Allah swt. Hampir semua nabi/rasul setelah beliau wafat adalah keturunannya, seperti : Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub, Nabi Yusuf hingga nabi/rasul akhir zaman baginda Rasulullah Muhammad saw. Karena kebaikan-kebaikan beliau itulah banyak peninggalan-peninggalan (atsar) yang kita temukan, baik fisik maupun non fisik. Peninggalan yang berupa benda-benda fisik yaitu semua benda yang kita lihat selama melaksanakan ibadah haji mulai dari berkumpul di Arafah, mabit di Muzdaliffah dan melempar jumrah di Mina, thawaf, sa’i serta tahallul. Semua itu merupakan “napak tilas” dari perjalanan spiritual nabi Ibrahim alaihis salam dalam melaksanakan perintah Allah swt. agar diikuti ummat yang hidup sesudahnya.
Adapun peninggalan non fisik adalah mengenang ajaran beliau yang telah mengenalkan agama Tauhid (dienul Islam) yang memiliki sifat hanif dan terbebas dari kemusyrikan (penyembahan kepada selain Allah swt). Untuk mengenang ajaran beliau yang begitu mulia dan agung itu, khusus ummat Islam ketika melaksanakan shalat dianjurkan membaca shalawat ibrahimiyah setelah membaca shalawat kepada nabi Muhammad saw., khususnya pada saat melaksanakan tahiyyat akhir. Ini artinya, ketika seseorang membaca shalawat kepada nabi Muhammad saw, dianjurkan pula meneruskan (ishol) untuk membaca shalawat kepada Nabi Ibrahim as. Begitulah cara Allah swt. memuliakan kepada Nabi Muhammad saw. dan Nabi Ibrahim as. sebagai Rasul yang “terkasih” melebihi para nabi/rasul lainnya.
Ada lagi keistimewaan Nabi Ibrahim as. selain hal tersebut di atas, ternyata beliau adalah Sosok Ayah yang sangat demokratis. Sebelum Negara Barat mengenalkan issue tentang Hak Azazi Manusia (HAM) dan Demokrasi pada abad XIX, ternyata Nabi Ibrahim as. telah mengenalkan dan mengajarkan tentang demokrasi (hak menyatakan pendapat) yang disampaikan melalui dialog antara beliau dengan putranya Ismail as. yang terjadi beribu-beribu abad tahu lalu. Dialog tersebut terjadi pada saat Nabi Ibrahim as. menerima wahyu Allah swt. melalui mimpi ketiganya (malam tanggal 10 Dzuhijjah) saat beliau berada di Arafah yang berupa perintah untuk menyembelih putranya Ismail as. sebagaimana tersebut dalam QS. As-Shaffat, (37) : 102 sebagai berikut :
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama–sama Ibrahim, Ibrahim berkata, Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” “Ia (Ismail) menjawab, “Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shaffat : 102)
Pembicaraan antara Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. sebagaimana tersebut dalam ayat di atas, menunjukkan betapa Nabi Ibrahim as. adalah Sosok Ayah yang begitu sayang kepada putranya. Selain itu juga menunjukkan seorang ayah yang sangat demokratis serta menghargai pendapat orang lain, sekali pun dengan anak yang masih kecil. Coba bayangkan! Jika Nabi Ibrahim as. sosok ayah yang otoriter dan egois, tentu kejadiannya tidak demikian, pastilah tanpa ditanya atau diberi kesempatan untuk menjawab Nabi Ismail as. langsung disembelih dengan alasan “ini perintah” Allah swt.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran (ibrah), bahwa Nabi Ibrahim as. telah memberikan keteladanan bagi orang tua tentang beberapa hal sebagai berikut:
1.) Menghargai pendapat orang lain, meskipun dengan anak kecil.
2.) Memberi kesempatan kepada anak untuk menjawab pertanyaan yang krusial.
3.) Mengajarkan ilmu logika (ilmu mantiq) lewat dialog, untuk mengetahui sejauhmana kecerdasan seorang anak.
4.) Untuk mengetahui ketaatan, keteguhan dan kesabaran anak dalam melaksanakan perintah Allah swt.
5.) Menjadi Sosok Ayah (Pemimpin) yang demokratis yang mengedepankan musyawarah. (QS. Ali Imran : 159)
Sumber: Situs PCNU Kendal
ADS HERE !!!