Ada seorang shalih, ia mempunyai saudara (teman) yang shalih pula. Setiap tahun ia berkunjung kepadanya. Suatu hari, ia mengunjunginya lagi, sampai ke rumah yang dituju pintunya masih tertutup. Ia ketuk pintu rumah itu. Dari dalam terdengar suara wanita: “Siapa itu?”. Orang yang shalih menjawab: “Aku, saudara suamimu. Aku datang untuk mengunjunginya, hanya karena Allah semata”. Wanita (istri) saudaranya itu membalas: “Dia sedang keluar untuk mencari kayu bakar, mudah-mudahan dia tidak kembali.”
Si wanita itu terus bergumam memaki-maki suaminya. Ketika mereka sedang terlibat perbincangan, tiba-tiba orang yang shalih itu datang sambil menuntun seekor harimau yang sedang membawa seikat kayu bakar. Begitu melihat saudaranya datang mengunjunginya, ia langsung menghampirinya seraya bersalaman. Kayu bakar itu lalu diturunkan dari punggung harimau tersebut. Kemudian sang tuan rumah (orang shalih) berkata kepada harimau: “Sekarang pergilah kamu, mudah-mudahan Allah memberkahimu.”
Orang yang shalih itu (yakni tuan rumah) lalu mempersilakan saudaranya masuk. Sementara istrinya masih bergumam memaki-maki dirinya. Namun begitu, ia hanya berdiam saja, tanpa menunjukkan reaksi kebencian. Setelah terlibat perbincangan beberapa saat lamanya, hidangan pun disuguhkan. Dilanjutkanlah berbincang-bincang hingga beberapa saat. Setelah itu, saudaranya berpamitan dengan menyimpan kekaguman yang sangat berkesan. Ia sangat kagum sebab saudaranya sanggup menekan kesabarannya menghadapi istri yang begitu cerewet dan berlidah panjang. Tahun berikutnya, ia berkunjung lagi. Sampai di depan pintu ia mencoba mengetuknya. Istrinya keluar dan menyapa: “Tuan siapa?”. “Aku adalah saudara suamimu. Kedatanganku ini semata untuk mengunjunginya.” jawab sang tamu
“Oh, selamat datang, tuan,” kata istri saudaranya seraya mempersilahkan masuk penuh keramahan. Tidak begitu lama, saudara shalih yang ditunggunya tiba juga sambil memanggul seikat kayu bakar. Mereka segera terlibat perbincangan sambil menikmati hidangan yang disuguhkan. Setelah semuanya dirasa cukup, dan ketika ia hendak kembali, ia sempatkan bertanya tentang beberapa hal. Bagaimana dahulu ia dapat menundukkan seekor harimau dan mau diperintah membawakan kayu bakar. Sedang sekarang ini ia hanya datang sendirian sambil memanggul kayu bakar.
“Kenapa bisa begitu?” tanya sang tamu. Sang tuan rumah pun menjawab: “Ketahuilah saudaraku, istriku yang dahulu berlidah panjang itu sudah meninggal. Sedapat mungkin aku berusaha bersabar atas perangai buruknya sehingga Allah memberi kemudahan diriku untuk menundukkan seekor harimau, sebagaimana pernah engkau lihat sendiri sambil membawa kayu bakar itu. Semuanya terjadi lantaran kesabaranku padanya. Lalu aku menikah lagi dengan perempuan yang shalihah ini. Aku sangat gembira mendapatkannya. Maka harimau itupun dijadikan jauh dariku, karena itu aku memanggul sendiri kayu bakar itu, lantaran kegembiraanku terhadap istriku yang shalihah ini.”
Sumber: Kitab Uqudu Lujain
ADS HERE !!!