Pangkal dari terorisme diantaranya adalah karena ketidakadilan, kebencian yang mendalam kepada orang lain, dan pemahaman terhadap sesuatu hal secara ekstrem. Aksi terorisme dan kekerasan tidak hanya terjadi baru-baru ini saja, namun itu juga ada di sepanjang sejarah umat manusia. Termasuk pada zaman Nabi Muhammad saw.
Salah satu bukti aksi terorisme juga terjadi pada era Nabi Muhammad saw. adalah pengakuan Ja’far bin Abi Thalib ketika hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Kepada Raja Najasyi, Ja’far bin Abi Thalib menyampaikan keadaan masyarakat musyrik Makkah yang tidak segan menumpahkan darah dan penuh dengan aksi kekerasan.
“Wahai raja, kami adalah kaum yang melakukan kemusyrikan, kami menyembah berhala, memakan bangkai, berbuat jahat kepada tetangga, menghalalkan yang haram antar sesama kami seperti menumpahkan darah, dan yang lainnya,” kata Ja’far sebagaimana terekam dalam kitab As-Sirah An-Nabawiyyah (Ibnu Hisyam).
Kehadiran Nabi Muhammad saw. di tengah-tengah masyarakat yang seperti itu seolah menjadi titik terang untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis, damai, dan saling menghormati serta menghapuskan kehidupan masyarakat yang penuh teror dan kekerasan. Sebagaimana dikutip dari buku Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam (Raghib As-Sirjani, 2011), dengan membawa risalah Islam, Nabi Muhammad saw. menawarkan setidaknya tiga hal untuk mengatasi atau menghilangkan aksi-aksi terorisme yang mendera suatu masyarakat.
Pertama, menyebarkan ruh kasih sayang dan keadilan tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, dan gender. Nabi Muhammad saw. selalu menekankan kepada para sahabatnya untuk berlaku adil kepada siapapun, termasuk kepada non-Muslim. Juga mencurahkan kasih sayang kepada sesama meskipun dia beda.
Alkisah, suatu ketika ada sekelompok Yahudi yang datang kepada Nabi Muhammad saw. Ketika sampai di depan bilik Nabi Muhammad saw., mereka lantas mengucapkan Assamu ‘alaikum (semoga kematian untuk kalian). Iya, mereka mendoakan yang jelek untuk Nabi Muhammad saw. Sayyidah Aisyah yang saat itu tengah bersama Nabi Muhammad saw. tidak terima dengan salam laknat yang disampaikan sekelompok Yahudi itu.
“Dan bagi kalian kematian dan laknat,” timpal Sayyidah Aisyah.
Mendengar hal itu, Nabi Muhammad saw. langsung menegur Sayyidah Aisyah. Beliau meminta agar istrinya itu menjauhi berkata kotor dan kekerasan, meski didoakan yang tidak baik. Nabi Muhammad saw. juga mengingatkan Sayyidah Aisyah bahwa Allah mencintai berbelas kasih dalam segala perkara.
Kedua, mengasihi mereka yang tidak tahu dan berbuat salah. Nabi Muhammad saw. tidak lantas menghukum mereka yang tidak tahu dan berbuat salah. Bahkan sebaliknya, Nabi Muhammad saw. memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang. Nabi Muhammad saw. sadar bahwa perlakuan kasih sayang kepada mereka yang tidak tahu dan berbuat salah akan membuatnya lunak. Sebaliknya, jika seandainya dikerasin maka bisa saja mereka nantinya akan balas dendam dan berbuat kekerasan.
Terkait hal ini, ada sebuah kisah menarik. Pada saat itu, Nabi Muhammad dan sebagian sahabatnya sedang duduk-duduk di dalam masjid. Tiba-tiba datang seorang badui. Dia masuk ke dalam masjid dan kencing di dalamnya. Para sahabat yang melihat kelakuan orang badui itu geram dan berniat untuk menghentikannya. Namun Nabi Muhammad saw. mencegahnya. Beliau malah menyuruh para sahabatnya untuk membiarkan orang badui itu hingga selesai kencing.
“Sesungguhnya masjid-masjid itu tidak layak untuk (dijadikan tempat) kencing dan kotoran. Ia hanya untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al-Qur’an,” kata Nabi Muhammad saw. dengan lembut kepada orang badui itu setelah dia menyelesaikan hajatnya. Nabi Muhammad saw. kemudian meminta para sahabatnya untuk mengambil seember air dan menyiramkannya ke tempat yang dikencingi orang badui itu.
|
Aksi Teror ISIS |
Ketiga, mengedepankan nilai-nilai moderat atau tidak berlebih-lebihan. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw. pernah mengatakan kalau sebaik-baiknya suatu perkara adalah yang tengah-tengah. Tidak terlalu ekstrim ke kanan. Juga tidak terlalu ekstrim ke kiri. Begitu pun dalam memahami agama ataupun hal lainnya.
Karena jika seseorang sudah pada level berlebih-lebihan dalam suatu hal, maka dia menganggap kalau kebenaran hanya ada pada dirinya dan kelompoknya. Dia cenderung akan memaksakan kehendaknya kepada orang yang berbeda pendapat dan dapat menuntun kepada kekerasan. Berlebih-lebihan dalam memahami atau menganut suatu hal juga sangat berpotensi untuk menihilkan yang lain. Mereka menganggap bahwa mereka yang berbeda dengan diri dan kelompoknya adalah sebuah ancaman. Oleh karenanya harus dilenyapkan.
Begitu ah solusi Nabi Muhammad saw. untuk mengatasi masalah terorisme dan kekerasan. Beliau selalu menenkankan untuk mencurahkan kasih sayang, menegakkan keadilan, dan bersikap moderat atau tidak berlebih-lebihan dalam hal apapun dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis dan damai. Kalau seandainya nilai-nilai itu sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia dan menyasar siapapun, maka tidak akan ada lagi aksi-aksi terorisme dan radikalisme.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU