Saat itu Mbah Kholil Bangkalan masih muda, masih semangat-semangatnya mengaji dan menuntut ilmu. Di masa itu beliau mendengar ada seorang Kiai Alim di daerah Winongan, Pasuruan, Kiai Abu Dzarrin (Sayyid Abu Dzarrin) namanya.
Tak menunggu lama, langsung saja beliau menuju Pasuruan untuk berguru pada Kiai Abu Dzarrin. Tak peduli meski harus menempuh jarak jauh yang tentunya membutuhkan waktu berhari-hari.
Sesampainya di Winongan, beliau disambut oleh kabar buruk, ternyata Kiai Abu Dzarrin sudah wafat beberapa hari sebelum kedatangannya. Mbah Kholil muda menangis. Hancur sudah harapannya untuk menimba ilmu dari Kiai Abu Dzarrin.
Akhirnya beliau berziarah ke makam Kiai Abu Dzarrin, mengucap salam lantas berkata:
“Bagaimana saya ini Kiai ? saya ingin sekali berguru kepada Kiai tapi sekarang Kiai sudah meninggal”
Kemudian Mbah Kholil muda duduk di makam Kiai Abu Dzarrin selama 41 hari. Membaca Al-Qur’an dan bertawassul kepada ‘calon’ gurunya itu.
Berkat ketulusan dan keikhlasannya, di hari terakhir beliau tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya beliau bertemu dengan sosok lelaki berjubah putih yang mengenalkan dirinya sebagai Kiai Abu Dzarrin. Dalam mimpi itu Kiai Abu Dzarrin mengajari Mbah Kholil beberapa kitab dalam cabang ilmu nahwu. Ajaibnya, ketika bangun, maklumat-maklumat yang tadi beliau dengar dari alam mimpi, masih melekat dalam ingatannya!. Konon, kitab yang diajarkan Kiai Abu Dzarrin dalam mimpi Kiai Kholil itu adalah kitab Jurumiyah, Imrithi, dan Alfiyah.
Sampai sekarang ‘kejadian’ ini masih tercatat di makam Kiai Abu Dzarrin. Di kain kelambu makamnya tertulis :
هذا قبر المرحوم الشيخ أبو ذر ولي الله نال العلم اللدني المرحوم شيخنا محمد خليل بن عبد اللطيف دمعان بنكلان ولي الله بسبب الاعتكاف في هذا المحل
“Ini adalah makam Syaikh Abu Dzarrin, waliyullah. Telah mendapat ilmu laduni Syaikhona Kholil bin Abdullathif Demangan Bangkalan, waliyullah, karena i’tikaf di tempat ini.”
|
Makam Sayyid Abu Dzarrin (Kiai Abu Dzarrin) |
Tiba-tiba ada orang Wahabi yang nyeletuk : “Ah itu kan Syaikh Buthi sama Mbah Kholil ulama baru-baru ini, sedangkan ulama-ulama salaf gak ada yang melakukan itu. Berdoa di kuburan itu bid’ah, syirik !”
“Kamu beserta ulama-ulamamu itu apakah lebih salaf dibanding Imam Syafi’i ?” tegas seorang santri
Buka Tarikh Baghdad juz 1 halaman 123, di situ tercatat pengakuan Imam Syafi’i :
إني لأتبرك بأبي حنيفة و أجيء إلى قبره في كل يوم يعني زائرا فإذا عرضت لي حاجة صليت ركعتين و جئت إلى قبره و سألت الله تعالى الحاجة عنده فماتبعد عني حتى تقضى
“Aku selalu ‘ngalap’ berkah dari Imam Hanafi dan berziarah ke makamnya setiap hari. Setiap aku memiliki hajat aku shalat 2 rakaat lantas mendatangi makam Imam Hanafi dan berdoa kepada Allah di sana. Tak berselang lama hajat itu dimudahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala”.
Mari kita bertawassul dengan Barokah Mbah Kholil, Syaikh Buty, Syaikh Abu Dzarrin, Ibnu Athoillah dan para ulama lainnya. Semoga hajat-hajat kita dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Penulis: Ismael Amin Kholil, Tarim, 31 Maret.
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!