Berhala atau patung memiliki stigma dalam Islam. Pasalnya pada masa-masa sebelum Islam datang, berhala atau patung menjadi sesembahan. Maka dari itu, pada masa Fathu Makkah, benda yang pertama kali dihancurkan adalah berhala agar tidak dijadikan lagi menjadi sesembahan.
Selanjutnya, Rasulullah saw. pun melarang umat Muslim untuk menyimpan berhala di rumahnya. Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah bentuk preventif Rasulullah agar berhala itu tidak dijadikan sesembahan. Sebagian ulama memaknai, jika patung di dalam rumah tidak untuk disembah atau hanya untuk hiasan rumah saja, maka diperbolehkan (mubah).
Lalu sejak kapan patung atau berhala menjadi sesembahan dalam sejarah Arab?
Dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari dijelaskan bahwa berhala menjadi sesembahan pertama kali adalah pada masa Nabi Nuh as. Pada masa itu, kaum Nabi Nuh telah memiliki berhala. Bahkan berhala tersebut telah tersebar di kalangan orang Arab yang dipusatkan di setiap kaum.
“Dari Ibnu Abbas ra., bahwasanya berhala-berhala yang dahulu diagungkan oleh kaum Nabi Nuh, di kemudian hari tersebar di bangsa Arab. Wadd menjadi berhala untuk kaum Kalb di Daumatul Jandal. Suwa' untuk Bani Hudzail. Yaquts untuk Bani Murad dan Bani Ghuthaif di Jauf tepatnya di Saba`. Adapun Ya'uq adalah untuk Bani Hamdan. Sedangkan Nashr untuk Himyar atau keluarga Dzul Kala'. Itulah nama-nama orang shaleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kaum itu untuk mendirikan berhala pada majelis mereka dan menamakannya dengan nama orang-orang shaleh itu. Maka mereka pun melakukan hal itu, dan saat itu berhala-berhala itu belum disembah hingga mereka wafat, sesudah itu, setelah ilmu tiada, maka berhala-berhala itu pun disembah," (Lihat Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Sahihul Bukhari, juz XII, hal. 261).
Hadits ini sedikitnya telah membukakan informasi kepada kita terkait kapan berhala-berhala itu ada. Hal ini diperkuat dengan pendapat Al-Faqihi yang menyebutkan bahwa berhala pertama kali dibuat pada masa Nabi Nuh as.
Al-Faqihi sebagaimana dikutip Imam As-Suyuthi dalam Ad-Durarul Mantsur menyebutkan bahwa pada masa itu seorang anak yang rindu kepada orang tuanya yang meninggal mulai membuat patung-patung yang mirip dengan wajah orang tuanya.
Patung-patung tersebut dibuat karena anak dan keluarganya tidak mampu memupuk sifat sabar saat ditinggal mati oleh ayahnya. Ketika rindu, anak-anak tersebut memandangi patung-patung yang mirip orang tuanya tersebut hingga keturunan itu meninggal.
Peristiwa seperti ini berlangsung secara turun-temurun hingga anak cucunya menganggap bahwa patung-patung itu disembah sebagai Tuhan, (Lihat As-Suyuṭi, Ad-Durarul Mantsur, juz VI, hal. 269).
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!