KH. Hasyim Asy’ari pernah mengikuti latihan silat selama tiga bulan bersama santri Tebuireng. Ceritanya bermula dari beberapa santri di zaman itu yang ketika mereka belanja ke pasar untuk kebutuhan dapur, diganggu oleh preman-preman. Konon, para preman (pendekar) tersebut adalah suruhan Belanda yang tidak suka dengan KH. Hasyim Asy’ari yang di tanah Jawa dan Madura semakin tambah berpengaruh.
Para santri ndalem ada juga yang ditugaskan ke pasar oleh Kiai Hasyim Asy’ari untuk menjual sayuran, ikan lele, dan produksi kebun lainnya dari hasil panen perkebunan Kiai Hasyim Asy’ari dan pesantren. Namun, di tengah perjalanan, mereka sering mendapatkan gangguan dari para preman suruhan Belanda juga.
Untuk membekali para santri, usulan berlatih silat di Tebuireng muncul. Setelah KH. Hasyim Asy’ari menyetujui masukan tersebut, didatangkanlah para pendekar dari Banten, yang saat itu dikenal sebagai pusat pembelajaran silat dan perguruan silat di tanah Jawa.
Ada empat pendekar Banten yang datang ke Tebuireng untuk melatih silat para santri. Mereka adalah Kiai Abdullah, Kiai Abdul Madjid, Kiai Sholeh dan Kiai Muhammad Sholeh. Selama tiga bulan, tiap malam mereka melatih para santri Tebuireng tanpa kenal lelah. Salah satu jurus silat yang diajarkan adalah Jurus Detik, yakni jurus langka yang digunakan untuk melumpuhkan lawan hanya dengan sekali kedipan mata langsung “bruk” kalah.
Selain melatih santri, Kiai Muhammad Sholeh juga tercatat sebagai pendekar yang memagari Pesantren Tebuireng secara ruhaniyah (gaib), agar aman dari gangguan setan-setan kiriman Belanda. Dan Kiai Hasyim Asy’ari tercatat pula mengikuti latihan silat selama tiga bulan penuh bersama santri. Hal yang mungkin sulit dilakukan oleh para kiai sekarang, yang ketika sudah menjadi pengasuh pesantren, malu mengaji bersama santrinya.
Dalam waktu tiga bulan, para santri Tebuireng mahir pencak silat. Mereka tidak lagi khawatir melewati pasar untuk berjualan atau kulakan barang. Para preman suruhan Belanda masih memantau. Tapi kali ini kalah. Tiga orang santri yang ditugaskan pergi ke pasar oleh KH. Hasyim Asy’ari dikeroyok oleh lima orang preman. Mereka lari terbirit-birit. Bahkan ada yang kakinya patah tulang akibat jurus-jurus yang dihujamkan kepada mereka.
Tidak terima, lain hari, para preman itu kembali menyerang tiga santri tersebut. Kali ini mereka membawa satu truk preman. Santri Tebuireng tidak gentar. Meski bertiga, satu truk preman dihadapi dengan mudah. Mereka kocar-kacir. Dan tidak ada yang kembali lagi mengancam para santri.
Sumber: badriologi.com
ADS HERE !!!