Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Dalam kesempatan ini kami akan menanyakan tentang mana yang lebih didahulukan ketika sedang membaca Al-Qur’an kemudian mendengar suara adzan, apakah meneruskan membaca Al-Qur’an atau menjawab suara adzan? Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa membaca Al-Qur’an masuk dalam kategori amaliyah yang baik dan sangat dianjurkan. Demikian pula dengan menjawab adzan di mana hukumnya adalah sunnah sebagaimana dikemukakan oleh Abu Ishaq Asy-Syairzi dalam Kitab Al-Muhadzdzab.
فَصْلٌ فِي الذِّكْرِ مَعَ الْأَذَانِ وَالْمُسْتَحَبُّ لِمَنْ سَمِعَ الْمُؤَذِّنَ أَنْ يَقُولَ مِثْلَ مَا يَقُولُ إِلَّا فِي الْحَيْعَلَةِ فَإِنَّهُ يَقُولُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
“Pasal tentang dzikir yang beriringan dengan adzan. Disunnahkan (dianjurkan) bagi orang yang mendengar senandung suara adzan seorang muadzin untuk mengucapkan hal sama dengan yang disenandungkan kecuali ketika muadzin sampai pada ucapan hayya ‘alas shalah dan hayya ‘alal falah, maka orang yang mendengar senandung suara adzan tersebut mengucapkan la hawla wala quwwata illa billah,” (Lihat Abu Ishaq asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, juz I, hal.58).
Lantas bagaimana ketika kita sedang asyik membaca Al-Qur’an kemudian terdengar kumandang adzan dari masjid atau musholla. Apakah sebaiknya kita tetap melanjutkan membaca Al-Qur’an atau kita berhenti sejenak untuk menjawab suara adzan?
Dalam konteks ini menurut Muhyiddin Syaraf An-Nawawi (Imam An-Nawawi) yang lebih diutamakan menghentikan bacaan Al-Qur’an kemudian menjawab suara adzan. Hal ini sebagaimana yang kami pahami dari pernyataannya dalam Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab berikut ini:
وَلَوْ سَمِعَ الْمُؤَذِّنَ أَوِ الْمُقِيمَ قَطَعَ الْقِرَاءَةَ وَتَابَعَهُ
“Seandainya seseorang yang sedang membaca Al-Qur’an mendengar adzan dikumandangkan oleh muadzin atau iqomah, maka ia (sebaiknya) menghentikan bacaan Al-Qur’annya dan kemudian mengikutinya (menjawab suara adzan atau iqomah),” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz II, hal. 193).
Jika demikian, maka akan muncul pertanyaan kenapa ketika kita sedang membaca Al-Qur’an kemudian mendengar suara adzan yang diutamakan adalah menghentikan bacaan tersebut kemudian menjawab suara adzan?
Menurut kami, bahwa waktu untuk membaca Al-Qur’an lebih luas dibanding dengan waktu menjawab adzan. Adzan hanya dikumandangkan pada saat-saat tertentu saja, misalnya ketika masuk waktu shalat. Hal ini tentunya berbeda dengan membaca Al-Quran.
Alasan lain yang bisa diajukan di sini adalah bahwa setiap kesunnahan memiliki waktunya sendiri sehingga kesunnahan menjawab adzan itu juga ada waktu sendiri yaitu ketika kita mendengar kumandang adzan. Sebagaimana waktu disunnahkan membaca tasbih atau membaca Al-Qur’an juga memiliki waktunya sendiri. Inilah yang kami pahami dari keterangan yang terdapat dalam kitab I’anatut Thalibin berikut ini:
فَإِنَّ لِكُلِّ سُنَّةٍ وَقْتًا يَخُصُّهَا، فَلِاجَابَةِ الْمُؤَذِّنِ وَقْتٌ، وَلِلْعِلْمِ وَقْتٌ، وَلِلتَّسْبِيحِ وَقْتٌ، وَلِتَلَاوَةِ الْقُرآنِ وَقْتٌ.كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ لِلْعَبْدِ أَنْ يَجْعَلَ مَوْضِعَ الْفَاتِحَةِ اِسْتِغْفَارًا، وَلَا مَوْضِعَ الرُّكُوع ِوَالسُّجُودِ قِرَاءَةً، وَلَا مَوْضِعَ التَّشَهُّدِ غَيْرَهُ
“Karena setiap kesunnahan itu memiliki waktu khusus, begitu juga menjawab senandung adzan seorang muadzin memiliki waktunya sendiri, belajar, membaca tasbih dan membaca Al-Qur’an memiliki waktunya sendiri. Sebagaimana tidak ada bagi hamba menjadikan posisi membaca surah Al-Fatihah sebagai ajang untuk untuk istighfar, sujud sebagai kesempatan untuk membaca Al-Qur’an, atau posisi tasyahhud untuk yang lainnya,” (Lihat Al-Bakri Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, juz I, hal. 279).
Demikian penjelasan singkat dari kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pembaca.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!