Menjawab adzan merupakan amalan yang sangat dianjurkan, sebagaimana hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari: dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا
“Seandainya manusia mengetahui pahala yang terdapat dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan kecuali diundi, niscaya mereka melakukannya.” (HR. Bukhari)
Imam al-Ghazali mengatakan dalam kitab Bidayatul Hidayah:
فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الدُّعَاءِ فَلَا تَشْتَغِلْ إِلَى وَقْتِ الْفَرْضِ إِلَّا بِفِكْرٍ أَوْ تَسْبِيْحٍ أَوْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ. فَإِذَا سَمِعْتَ الْأَذَانَ فِي أَثْنَاءِ ذَالِكَ فَاقْطَعْ مَا أَنْتَ فِيْهِ وَاشْتَغِلْ بِجَوَابِ الْمُؤَذِّنِ.
“Apabila engkau telah selesai membaca doa (masuk masjid), maka jangan menyibukan diri di waktu menuju shalat fardu kecuali dengan tafakkur, bertasbih, atau membaca Al-Qur’an. Apabila engkau mendengar adzan di tengah-tengah pekerjaan di atas, maka hentikanlah pekerjaanmu dan sibukan dirimu dengan menjawab muadzin (pelantun adzan).” (Imam al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, hal. 52)
Dengan penjelasan Imam al-Ghazali, kita dapat mengetahui aktivitas yang dianjurkan menjelang shalat fardhu. Dan aktivitas tersebut tak lain sebagai sarana untuk memusatkan pikiran kita pada Allah Ta’ala di kala waktu shalat. Karena di waktu shalat pikiran kita seringkali terbang memikirkan sesuatu di luar shalat.
Kemudian membaca doa adzan:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِنْدَ حُضُوْرِ صَلَاتِكَ وَأَصْوَاتِ دُعَاتِكَ، وَإِدْبَارِ لَيْلِكَ، وَإقْبَالِ نَهَارِكَ: أَنْ تُؤْتِيَ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَالدَّرَجَةَ الرَّفِيْعَةَ وَابْعَثْهُ الْمَقَامَ الْمَحْمُوْدَ الَّذِي وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
“Ya Allah, aku meminta kepada-Mu saat datang waktu shalat, datang suara panggilan-Mu, saat meninggalkan malam-Mu, dan menyambut siang-Mu: untuk memberi Nabi Muhammad wasilah, kebajikan, dan derajat yang tinggi, serta limpahkanlah kepadanya tempat yang terpuji, yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak mengingkari janji. Wahai Yang Maha Penyayang Yang penuh belas kasihan.” (Imam al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, hal. 53)
Kendati demikian, tentu pernah kita mengalami momen tak sempat menjawab adzan yang sedang berkumandang. Lantas bagaimana jika kita luput dari menjawab adzan, Imam al-Ghazali mengatakan dalam Bidayatul Hidayah:
فَإِذَا سَمِعْتَ الْأذَانَ وَأَنْتَ فِي الصَّلَاةِ فَتَمِّمِ الصَّلَاةَ، ثُمَّ تَدَارَكِ الْجَوَابَ بَعْدَ السَّلاَمِ عَلَى وَجْهِهِ
“Apabila engkau mendengar adzan, sedangkan engkau sedang shalat, maka selesaikanlah shalat, kemudian susulah jawaban adzan setelah salam. (Imam al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, Beirut, Dar Sader, halaman 53)
Imam al-Ghazali menjelaskan jika kita sedang shalat dan ketika itu pasti tidak sempat menjawab adzan, maka dianjurkan setelah shalat langsung menjawab adzan yang luput darinya. Begitupun, kita dapat menganalogikan perihal menjawab adzan ini dengan beberapa aktivitas yan memang tidak memungkinkan kita untuk menjawab adzan di saat berkumandang, namun waktu selesai pekerjaan tersebut akan selesai dalam waktu dekat setelah adzan, maka dianjurkan untuk menjawabnya.
Jika kita tak dapat melaksanakan semuanya, maka tidak tepat pula untuk ditinggalkan semuanya. Demikian penjelasan tentang menjawab adzan yang tertinggal, semoga kita selalu diberi taufik untuk memenuhi panggilanNya.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!