Setelah munculnya sosok Dzul Khuwaishirah pada masa Rasulullah yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, aksi Khawarij tercatat muncul kembali di masa Khalifah Utsman bin Affan radliyallahu ‘anhu. Bila sebelumnya hanya ada “gugatan pribadi” pada Rasulullah, di era ini mereka mulai membentuk kekuatan politik yang nyata.
Kebiasaan mereka untuk melawan pemerintah yang sedang berkuasa dimulai sejak era Utsman ini. Kudeta yang mereka lakukan itu kemudian dibungkus sedemikian rupa atas nama amar ma’ruf nahi mungkar untuk memancing emosi massa sehingga memperlancar kudeta yang mereka lancarkan.
Pembunuhan Utsman tercatat sebagai perbuatan yang amat sadis di mana Khalifah ketiga yang dua kali dipilih menjadi menantu oleh Rasulullah itu dibunuh dengan kejam. Jenazah tokoh mulia itu pun dibiarkan tanpa dikubur. Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa jenazah Utsman tak dikuburkan hingga tiga hari dan sebagian lagi mengatakan selama dua hari (Ibnu Jarir, Tarikh at-Thabari, IV: 412-413). Namun riwayat itu ditentang oleh sebagian ulama karena secara tidak langsung mengindikasikan adanya pembiaran dari para sahabat atas jenazah Utsman. Ibnu Hazm mengatakan:
وأما قول من قال أنه رضي الله عنه أقام مطروحاً على مزبلة ثلاثة أيام فكذب بحت، وإفك موضوع، وتوليد من لا حياء في وجهه؛ بل قتل عشية ودفن من ليلته رضي الله عنه، شهد دفنه طائفة من الصحابة وهم جبير بن مطعم وأبو الجهم بن حيفة وعبد الله بن الزبير ومكرم بن نيار وجماعة غيرهم. هذا ما لا يتمارى فيه أحد ممن له علم بالأخبار
“Adapun perkataan orang yang mengatakan bahwa Utsman dibiarkan terbuang di tempat sampah selama tiga hari adalah kebohongan murni, hoaks yang dibuat-buat dan pekerjaan orang yang tak punya malu. Yang benar ia dibunuh sore hari lalu dimakamkan di malam harinya, semoga Allah meridhoinya. Pemakamannya disaksikan oleh sebagian sahabat, yaitu Jubair bin Math’am, Abu al-Jahm bin Hifah, Abdullah bin Zubair, Mukrim bin Niyar dan lainnya. Ini adalah hal yang tak diperdebatkan oleh seorang pun yang mengerti sejarah.” (Ibnu Hazm, al-Fashl Fi-al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, juz IV, hal. 123).
Pemakaman tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi di malam hari. Pada awalnya mereka hendak memakamkan beliau di Baqi’, sebuah area pemakaman kaum Muslimin, namun diketahui oleh sebagian Khawarij lalu dilarang, bahkan jenazahnya dilempari batu. Akhirnya jenazah mulia itu dimakamkan di Hasy Kaukab, sebuah kebun milik Utsman yang dibeli dari seorang Anshar bernama Kaukab. Lokasi kebun itu bersebelahan dengan area Baqi’ dan dikemudian hari menjadi satu dengan Baqi’. (Ibnu Jarir, Tarikh at-Thabari, juz IV, hal. 413-415).
Penolakan para Khawarij itu pada penguburan Utsman di area Baqi’ tak lain karena dalam nalar jahat mereka, Khalifah Utsman sudah tak layak dimakamkan di pemakaman kaum Muslimin. Para sahabat pun terpaksa menyembunyikan lokasi makam tokoh mulia ini agar tak dirusak oleh mereka.
Ibnu Katsir menceritakan bahwa siasat keji Khawarij tersebut dilakukan secara terencana sebagai berikut:
أَنَّ هَؤُلَاءِ الْخَوَارِجَ لَمَّا اغْتَنَمُوا غَيْبَةَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ فِي أَيَّامِ الْحَجِّ، وَلَمْ تَقْدِمِ الْجُيُوشُ مِنَ الْآفَاقِ لِلنُّصْرَةِ، بَلْ لَمَّا اقْتَرَبَ مَجِيئُهُمْ، انْتَهَزُوا فُرْصَتَهُمْ، قَبَّحَهُمُ اللَّهُ، وَصَنَعُوا مَا صَنَعُوا مِنَ الْأَمْرِ الْعَظِيمِ ... أَنَّ هَؤُلَاءِ الْخَوَارِجُ كَانُوا قَرِيبًا مِنْ أَلْفَيْ مُقَاتِلٍ مِنَ الْأَبْطَالِ، وَرُبَّمَا لَمْ يَكُنْ فِي أَهْلِ الْمَدِينَةِ هَذِهِ الْعِدَّةُ مِنَ الْمُقَاتِلَةِ، لِأَنَّ النَّاسَ كَانُوا فِي الثُّغُورِ وَفِي الْأَقَالِيمِ فِي كُلِّ جِهَةٍ، ومع هذا كان كثير من الصحابة اعْتَزَلَ هَذِهِ الْفِتْنَةَ وَلَزِمُوا بُيُوتَهُمْ
“Para Khawarij itu ketika mendapat kesempatan dengan perginya banyak penduduk Madinah di hari-hari Haji dan para prajurit Muslim belum datang dari berbagai penjuru untuk memberikan pertolongan. Maka tatkala para prajurit itu hampir sampai ke Madinah, mereka menggunakan kesempatan itu dan melakukan sesuatu yang amat berat, semoga Allah memberikan keburukan pada mereka... Mereka berjumlah sekitar 2000 prajurit sedangkan di Madinah sendiri tak terdapat prajurit sebanyak ini sebab mereka sedang berada di pos-pos jaga dan di berbagai penjuru, ditambah para sahabat sendiri banyak yang menjauhi konflik ini dan berdiam di dalam rumah mereka”. (Ibnu Katsir, al-Bidayah wan-Nihayah, juz VII, hal. 197).
Konspirasi Khawarij itu juga dicatat oleh Syekh al-Ajurri sebagai berikut:
لم يختلف العلماء قديماً وحديثاً أن الخوارج قوم سوء، عصاة لله –عز وجل- ولرسوله -صلى الله عليه وسلّم-، وإن صلّوا وصاموا، واجتهدوا في العبادة، فليس ذلك بنافع لهم، وإن أظهروا الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وليس ذلك بنافع لهم؛ لأنهم قوم يتأولون القرآن على ما يهوون، ويموّهون على المسلمين . ..ثُمَّ إِنَّهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ خَرَجُوا مِنْ بُلْدَانٍ شَتَّى، وَاجْتَمَعُوا وَأَظْهَرُوا الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ، حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ، فَقَتَلُوا عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَقَدِ اجْتَهَدَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّنْ كَانَ بِالْمَدِينَةِ فِي أَنْ لَا يُقْتَلَ عُثْمَانُ، فَمَا أَطَاقُوا عَلَى ذَلِكَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
“Para ulama klasik dan kontemporer tak berbeda pendapat bahwa Khawarij adalah kaum yang buruk dan bermaksiat kepada Allah. Meskipun mereka menampakkan amar ma’ruf nahi mungkar tetaplah tak berguna sebab mereka mengartikan Al-Qur’an sesuai selera mereka dan memburukkan citra kaum Muslimin. ... Kemudian setelah itu, para Khawarij keluar dari berbagai negeri dan berkumpul menampakkan amar ma’ruf nahi mungkar hingga mereka tiba di Madinah kemudian membunuh Utsman bin Affan ra. Para sahabat Rasulullah yang ada di Madinah berusaha agar Utsman tak dibunuh, tapi bujukan para sahabat tak berhasil”. (al-Ajurri, asy-Syari’ah, juz I, hal. 327).
Yang menarik dari penjelasan al-Ajurri ini adalah klaim Khawarij bahwa tindakan mereka adalah amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka menampakkan diri seolah mereka sedang berjuang untuk kebenaran dengan cara mengudeta Utsman yang mereka anggap sebagai pemimpin yang zalim. Namun demikian, sejarah justru mencatat tindakan mereka dengan serba buruk sebab tindakan berlebihan seperti itu tak dibenarkan oleh agama.
Khalifah Utsman bin Affan sewaktu dalam kepungan memberikan sebuah firasat bahwa kalau dirinya dibunuh, maka kaum Muslimin akan terpecah belah selamanya. Dari Hasan, diceritakan bahwa Utsman berkata:
لئن قتلوني لا يقاتلون عدوا جميعا أبدا، ولا يقتسمون فيئا جميعا أبدا، ولا يصلون جميعا أبدا
“Apabila mereka membunuhku, maka mereka tak akan memerangi musuh bersama lagi selamanya dan tak akan membagi harta rampasan perang bersama lagi selamanya dan tak akan shalat bersama lagi selamanya.” (adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, juz II, hal. 479).
Firasat Utsman tersebut benar, peristiwa pembunuhannya menjadi pemantik terpecah belahnya kaum Muslimin menjadi banyak golongan dan mereka tak pernah satu barisan lagi hingga sekarang. Itu semua diawali oleh tindakan bodoh para Khawarij yang mereka anggap sebagai amar ma’ruf nahi mungkar. Sebab itulah, nalar Khawarij seperti itu harus selalu diwaspadai supaya kaum Muslimin tak semakin terkotak-kotak lagi.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU