Di antara udzur-udzur yang diperbolehkan
meninggalkan puasa adalah mengandung (hamil) dan menyusui. Nabi Muhammad saw
mengatakan: "Sesungguhnya Allah meletakkan dari
seorang musafir (kewajiban) puasa dan 'setengahnya' shalat, dan dari ibu hamil
dan ibu menyusui (kewajiban) puasa." (HR. Ahmad dari Anas bin
Malik al-Ka'by).
Pendapat yang dhaif, dipelopori oleh Hanafiyah,
menyatakan tidak diwajibkannya membayar fidyah kepada ibu hamil dan ibu
menyusui. Mereka hanya berkewajiban mengqadha puasanya. Sementara pendapat jumhur
menyatakan kewajiban mengqadha dan membayar fidyah, "satu mud" bahan makanan
pokok [beras, bukan nasi] untuk setiap hari meninggalkan puasa.
Kewajiban membayar fidyah ini apabila meninggalkan puasa demi
keselamatan balita, sedangkan bila meninggalkan puasa demi keselamatan diri
sendiri atau beserta keselamatan balita, maka tidak diwajibkan membayar fidyah.
(Riwayat Ibnu 'Abbas dalam Nailul Author, Imam Nawawi dalam Syarh
al-Muhadzdzab).
Apabila Ramadhan tahun lalu meninggalkan puasa karena hamil,
kemudian tahun depan meninggalkan puasa karena menyusui, maka masing-masing
kasus meninggalkan puasa mempunyai konsekuensi hukum tersendiri. Yakni satu mud
bahan makan pokok untuk setiap hari meninggalkan puasa.
Adapun waktu pembayaran fidyah adalah seumur hidup. Tidak ada
keharusan membayar dalam satu putaran Ramadhan. Namun yang lebih utama adalah
mempercepat pembayaran fidyah, terutama dalam bulam Ramadhan, karena
keberkahannya. Menurut madzhab Hanbaliyah, pembayaran fidyah harus dilakukan
segera.
Catatan: 1 mud = 675 gram atau 0,688 liter.
Sumber : PesantrenVirtual.com
ADS HERE !!!