Tidak semua tradisi sejalan dengan
tuntunan syariah. Hal ini bisa karena keberadaan tradisi yang mendahului syari’ah
dan belum ada usaha pelurusan terhadapnya, seperti tradisi tumbal dan sesajen.
Atau bisa juga tradisi tidak sejalan dengan syariah karena kehadirannya sebagai
identitas baru hasil dari keterpengaruhan berbagai kebudayaan seperti halnya
kebiasaan berbaju hitam ketika berta’ziyah.
Kebanyakan masyarakat kota selalu
menggunakan berbusana hitam ketika melayat sanak saudara yang terkena musibah.
Hal ini mereka lakukan dengan tujuan menunjukkan rasa belasungkawa. Warna hitam
dalam konteks kematian bermakna kesusahan. Hanya saja disayangkan pemahaman ini
seolah berubah menjadi sebuah aturan tak tertulis bahwa barang siapa
berta’ziyah harus memakai busana serba hitam. Padahal yang demikian ini kurang
sesuai dengan tuntunan syari’ah.
Dalam syari’ah, wacana mengenai belasungkawa
bagi keluarga yang ditinggal mati disebut dengan istilah hidad. yaitu
batasan-batasan tertentu yang harus dipatuhi oleh mereka yang ditinggal mati
sebagai tanda berduka. Diantaranya adalah tatacara berbusana bagi mereka
yang ditinggalkan baik keluarga atupun kerabat dekat yang berta'ziyah.
Mengenai busana warna hitam yang
sering dipakai oleh seseorang ketika melayat sebenarnya telah diatur dalam
Islam. Menggunakan warna hitam untuk menunjukkan belasungkawa hanya boleh
dilakukan oleh suami atau istri yang ditinggal mati.
Sedangkan untuk orang lain, meskipun keluarga hukumnya makruh tahrim,
bahkan sebagian ulama mengatakan haram. Dengan alasan dikhawatirkan penggunaan
baju hitam itu menunjukkan seseorang tidak ridha dengan kematiannya yang sama
juga maknanya dengan tidak menerima keputusan Allah swt. Atau bisa jadi warna
hitam malah menunjukkan kemewahan tersendiri, sehingga memakai gaun hitam tidak
untuk berbela sungkawa namun untuk berhias diri (mungkin karena mahalnya gaun
hitam, atau hitam telah menjadi trend tersendiri).
|
Ta'ziyah |
Dengan demikian, sebenarnya hukum
memakai gaun hitam ketika berta’ziyah dikembalikan kepada niat pemakainya.
Sejauh tidak diniatkan untuk menunjukkan kemewahan atau ketidak-ridhaan taqdir
Tuhan, maka hukumnya boleh-boleh saja.
Dan begitu juga sebaliknya, yang
terpenting adalah tidak menganggap bahwa pakaian hitam sebuah kewajiban orang
berta’ziyah. Dan boleh saja menggunakan baju berwarna selain hitam untuk
ta’ziyah selama niatnya benar. Begitu keterangan dari kitab al-Mausu’ah
alfiqhiyyah juz 21:
لبس السواد فى الحداد اتفق الفقهاء على انه يجوز للمتوفى عنها
زوجـها لبس السواد من الثياب... ومنع الحنفية لبس السواد فى الحداد على غير الزوج
وقال المالكية ان المحد يجوز لها ان تلبس الأسود الا اذا كانت ناصعة البياض او كان
الاسود زينة قومـها وقال القليوبي من الشافعية اذا كان الاسود عادة قومـها فى
التزين به حرم لبسه ونقل النووي عن الماوردي انه اورد فى "الحاوى" وجـها
يلزمـها السواد فى الحداد. لبس السواد فى التعزية : اتفق الفقهاء على ان تسويد
الوجه حزنا على الميت من أهله او من المعزين لايجوز لما فيه من اظهار للجزع وعدم
الرضا بقضاء الله وعلى السخط من فعله مما ورد النهي عنه فى الاحاديث وتسويد الثياب
للتعزية مكروه للرجال ولابأس به للنساء اماصبغ الثياب أسود أو أكهب تأسفا على
الميت فلايجوز عاى التفصيل السابق
Ulama bersepakat untuk memperbolehkan istri yang ditinggal
mati memakai busana hitam dalam konteks ihdad (batasan bagi istri yang
ditinggal mati suami)… ulama madzhab Hanafi melarang pakaian hitam selain
suami/istri yang ditinggal mati. Begitu juga ulama madzhab Maliki yang
memperbolehkan busana hitam bagi istri kecuali jika hitam itu dianggap mewah
bagi masyarakat setempat. Adapun Imam Qulyubi, salah seorang ulama madzhab
Syafi’i mengharamkan busana hitam (bagi istri yang ditinggal mati suami)
apabila warna hitam dianggap mewah. Menurut Imam Nawawi seperti yang dinukil
dari Imam Mawardi dalam kitab ‘Al-Hawi’ tentang pendapat mengenai pakaian hitam
dalam konteks ihdad berkata: berbusana hitam ketika ta’ziyah apabila ditujukan
sebagai tanda belasungkawa bagi penta’ziyah tidak diperbolehkan apabila
terbersit niat penentangan atas taqir Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal itu merupakan
sesuatu yang buruk dan dibenci, seperti yang termaktub dalam sebuah hadits
Nabi. Dan memakai hitam bagi seorang laki-laki dalam ta’ziyah hukumnya makruh.
Sumber : Situs PBNU
ADS HERE !!!