Pertanyaan :
Kepada pengasuh yang mulia, saya
ingin tanya soal alkohol yang ada di dalam minyak wangi /parfum, sahkah bila di
gunakan dalam shalat? Jika tidak, jenis parfum apa dan apa namanya yang sah di
pakai ketika shalat? kalau tidak sah, tolong beri penjelasanya dan dasarnya?
Jawab :
Fatwa Syaikh 'Athiyah Shaqr (salah
satu Ulama Universitas Al-Azhar Mesir yang sangat terkenal) seputar alkohol:
Tidak ada keterangan definitif
[nash] dalam al-Qur’an, Sunnah, dan kitab-kitab fikih klasik (turats). Dan
ketika tersebar luas keberadaannya, terjadi perbedaan pandangan mengenai
hukumnya.
Sebagian Ulama memasukkannya
dalam kategori minuman yang memabukkan seperti khamr (arak), dan
sebagian lainnya memasukkannya ke dalam kategori zat yang mengandung racun atau
yang sangat berbahaya.
Akan tetapi, kedua golongan Ulama
ini sepakat mengharamkan mengkonsumsinya dalam bentuk makanan atau minuman,
karena ia termasuk jenis minuman yang memabukkan. Padahal sesuatu yang
memabukkan adalah kategori khamr, dan khamr adalah haram. Islam
melarang segala bentuk madarat/zat bahaya baik terhadap diri sendiri
atau terhadap orang lain ( La dharara wa la dhiraraa). Mereka yang
menganggapnya khamr berselisih pendapat mengenai kenajisannya.
Para imam Madzhab Empat sepakat,
bahwa khamr adalah najis, dengan mengambil dalil dari (QS. Al-Maidah/5:
90) "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkurban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah "rijs",
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan". Menurut mereka, "rijs" adalah
najis atau sesuatu yang dianggap kotor dan menjijikkan, dan syriat (al-Qur’an)
telah menghukumi khamr demikian, dan memerintahkan untuk menjauhinya.
Maka selain keharamannya, khamr adalah najis. Dan karena alkohol adalah
kategori khamr, maka ia adalah najis.
Berbeda dengan madzhab-madzhab
di muka, Imam Rabi'ah (guru Imam Malik), Imam Laits bin Sa'd , al-Muzany (murid
Imam Syafi'i) dan sebagian ulama al-mutaakhkhirun berpendapat, bahwa khamr
adalah suci. Pendapat ini mengambil dalil dari perintah Rasul saw. membuang air
khamr di jalan-jalan umum ketika turun ayat yang mengharamkannya.
Andaikata khamr adalah
suci, maka sahabat tidak akan melakukannya, karena Rasul melarang mengotori
jalanan dengan membuang kotoran-kotoran di atasnya. Mereka menolak dalil Imam
Empat, bahwa yang dimaksud dengan "rijs" adalah "najis
maknawi", seperti firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis". (QS. At-Taubah: 28).
Ayat ini tidak bermaksud menandaskan kenajisan tubuh orang-orang musyrik,
sehingga tubuh kita atau pakaian kita harus dibasuh bila bersentuhan dengan
mereka. Menguatkan argumentasi para penentang Madzhab Empat, bahwa yang diberi
predikat sebagai "rijs" tidak saja khamr, akan tetapi
juga berjudi, (berkurban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah. Dan tak
satu pun ulama yang berpendapat kenajisan hal-hal ini dalam arti najis
lahiriyah. Maka khamr juga demikian, kenajisannya bersifat
"maknawi" tidak lahiriyah (yang berhubungan dengan kewajiban
membasuh), dan dengan demikian, alkohol adalah suci.
Tanpa memasuki silang pendapat
diantara mereka serta perincian argumentasi-argumentasinya, saya simpulkan: khamr
menurut mayoritas ulama (jumhur) adalah najis dan menurut lainnya adalah suci.
Dan alkohol mengikuti silang pendapat ini.
Adapun bagi mereka yang
beranggapan bahwa alkohol tidak masuk dalam kategori khamr, akan tetapi
masuk dalam kategori zat beracun dan berbahaya, maka alkohol adalah suci
seperti kesuciannya ganja dan opium. Tak seorang pun yang berpendapat kenajisan
"lahiriah" benda-benda ini, walau ia adalah najis "maknawi",
dalam arti tak boleh dimakan.
Di antara yang memihak kesucian khamr
adalah Imam As-Syaukani (penulis kitab Nailul Authar), dan as-Shan'any (penulis
kitab Subul as-Salam), Shadiq Hasan Khan (penulis kitab ar-Raudhah
al-Bahiyah), dan Muhammad Rasyid Ridha (penulis Tafsir Al-Manar). Ulama disebut
terakhir ini mengatakan: khamr diperselisihkan mengenai kenajisannya di
antara para ulama. Dan an-Nabidz (minuman keras yang dibuat dari anggur)
menurut Hanafiyah adalah suci, dan ia pasti mengandung alkohol, dan
sesungguhnya alkohol bukan khamr.
Parfum-parfum Foreign (Eropa)
bukan alkohol, akan tetapi mengandung alkohol, sebagaimana banyak benda-benda
suci lainnya yang juga mengandung alkohol. Tak ada dasar yang kuat untuk
menghukumi kenajisannya, hingga bagi mereka yang menganggap
khamr
sebagai benda najis.
Setelah kutipan-kutipan dan
penjelasan-penjelasan di atas, dapat saya katakan: Mungkin termasuk upaya
memudahkan (umat Islam), setelah menyebarnya alkohol dalam medis, proses
penyucian, parfum, berbagai analisa dan lain-lainnya, adalah upaya memilih
hukum kesuciannya apabila ia termasuk kategori zat beracun dan berbahaya. Dan
walau terkadang difungsikan sebagai minuman memabukkan layaknya khamr,
akan tetapi kenajisannya tidak merupakan kesepakatan bersama. Atas dasar ini,
cologne dan parfum-parfum yang mengandung alkohol adalah SUCI.
(lihat fatwa dar al-ifta
Mesir)
Fatawa Islamiyah volume 5, hal
1652. Saya terjemahkan dari buku "Fatawa wa Ahkam Lil-Mar ah
al-Muslimah", kumpulan fatwa-fatwa 'Athiyah Shaqr. Demikian, semoga
membantu. Pengasuh : KH. Dr. Abdul Ghofur Maimoen
Sumber: pesantrenvirtual.com