Saat ngaji dalam acara haul ke-22 KH.M. Mabrur di Pondok Pesantren Darus Salam Tuban, pada Jum’at 1 November 2019, KH. Bahauddin Nursalim (Gus Baha’) memberikan nasehat-nasehat kebangsaan yang sangat menyejukkan hati umat Islam Indonesia. Menurut Gus Baha’, Islam di Indonesia ini berbeda dengan tempat lain, bahkan sampai mendapatkan gelar umat Islam terbaik di dunia saat ini.
“Kenapa Islam di Indonesia punya gelar sebagai Islam terbaik di dunia? Kita lihat di Timur Tengah, seperti Mesir, Syiria (Suriah), Irak dan lainnya selalu ada konflik, bahkan sampai terjadi pembunuhan. Padahal kita tahu, dosa besar pertama adalah musyrik. Kemudian dosa besar selanjutnya adalah orang mukmin saling membunuh,” kata Gus Baha’
Bagi Gus Baha’, Indonesia ini bukan demikian. Kalaupun benci sama tetangga, misalnya, paling hanya ngrasani (saling membicarakan satu dengan yang lain). Ya, cuma segitu saja orang Indonesia. Tidak sampai saling bunuh. Jadi, ya biasa saja.
“Lha, itupun nanti kalau lebaran ya nanti akan salaman lagi. Kalau ada kegiatan, ya tetap bersama. Tidak sampai membunuh. Usai lebaran, bisa jadi konflik lagi, hehehe. Makanya, kata Mbah Moen, kita harus bangga jadi orang Muslim Indonesia. Karena kita tidak mengalami dosa terbesar setelah syirik tadi, yakni saling membunuh,” lanjut Gus Baha’.
Indonesia ini, lanjutnya, juga punya tradisi tepo seliro (tenggang rasa) yang luar biasa. Tepo seliro ini, apa mengikuti tradisi nenek moyang kita atau itu dibangun oleh negara? Jelas, itu sudah dibentuk oleh nenek moyang kita. Jauh sebelum ada Menteri Pertahanan dan lainnya.
“Tradisi tepo seliro itulah yang telah menjaga stabilitas keamanan selama ini. Kalau demikian, apa kearifan kita mau kita gadaikan atau malah kita lestarikan?,” tegasnya.
Bagi Gus Baha’, kita harus tetap menghormati negara, patuh sama negara. Tapi kita tidak boleh tergantung sama negara atas kelangsungan hidup kita. Masak kita jadi aman kalau menterinya yang jadi ini atau itu.
“Ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad: Setiap kalian adalah pemimpin dan harus bertanggungjawab atas kepemimpinannya,’ lanjutnya.
Gus Baha’ kembali menegaskan bahwa kita semua ini pembantu bagi pemimpin kita. Kita semua ini pembantu Presiden, negara, dan kelangsungan stabilitas negara. Maka, kalau ada yang tidak suka konflik, itu berarti sudah membantu Menteri Pertahanan. Meskipun itu kamu milih 01, tetapi dapatnya juga 02. Itu barokahnya Indonesia, pilih satu dapatnya dua.
Gus Baha’ kemudian mengisahkan kalau dirinya dapat doa dari Mbah Moen (KH. Maimoen Zubair) terkait Pak Jokowi dan Pak Prabowo.
“Saya punya doanya Mbah Moen sebelum wafat. Beliau mencatat banyak doa, diantaranya adalah doa berikut:
اَللّهُمَّ أَلْقِ بَيْنَهُمَا أُلْفَةً وَمَوَدَّةً
Allahumma Alqi Bainahuma Ulfatan wa Mawaddatan.
Artinya, “Ya Allah, jadikanlah dua tokoh ini, Pak Jokowi dan Pak Prabowo, saling asih dan saling mencintai.,”
Demikian kata Gus Baha’.
Dulu, ketika masih panas (suasana politik), Gus Baha’ sebenarnya membaca doa ini ragu.
“Ini benar apa gak?,” kata Gus Baha’ dengan penuh tawa.
Gus Baha’ mengisahkan bahwa pada hari Jum’at, sebelum Mbah Moen berangkat haji, beliau mengatakan bahwa ingin bertemu Ibu Megawati pada hari Sabtu. Setelah bertemu Ibu Mega, langsung ke tanah suci dan hari Ahad sudah di Makkah. Hari Selasa-nya kemudian Mbah Moen wafat.
“Sebelum berangkat itulah, doa ini tadi salah satu yang dititipkan santri Ndalem untuk saya. Saya baca agak gimana, masak benar doa ini. Uniknya, doa ini ditutup dengan kalimat, “Min Abdika al-Faqir (dari hamba-Mu yang faqir) Maimoen Zubair. Mbah Moen ingin Allah melihat beliau yang sedang berdoa ini,” tegas Gus Baha’.
Doa Mbah Moen akhirnya terbukti.
“Setelah pelantikan menteri, saya kaget. Doa Mbah Maimoen akhirnya diijabahi oleh Allah swt. Itulah doa seorang Wali Allah. Teks doa ini masih saya simpan sampai sekarang. Langsung tulisan tangan Mbah Moen yang diberikan lewat santri Ndalem,” pungkas Gus Baha’.
Sumber: bangkitmedia.com