KH. Chamim Thohari Djazuli, Ploso Mojo Kediri. Itulah nama lengkap sosok yang akrab disapa Gus Miek. Sosok kiai yang dikenal “nyentrik” ini sangat masyhur namanya di Nusantara. Beliau lahir di Kediri, 17 Agustus 1940, persis lima tahun sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Beliau lahir dari pasangan KH. Djazuli Utsman dan Ibu Nyai Rodliyah. Sang ayah adalah pendiri Pesantren Al-Falah Mojo Kediri yang masyhur dengan kajian kitab kuningnya.
Gaya dakwah Gus Miek sangat unik, nyentrik dan sangat mengesankan. Pada saat yang sama, Gus Miek memimpin sima’an Al-Qur’an lewat Majlis Dzikrul Ghafilin Jantiko Mantab yang berisi khataman Al-Qur’an di berbagai daerah, bahkan masuk di birokrasi pemerintahan dan kraton. Majlis ini diikuti ribuan jama’ah dari berbagai pelosok Nusantara. Tapi pada saat yang sama, Gus Miek justru berada di diskotik, klub malam, tempat perjudian, tempat prostitusi, dan lainnya. Gus Miek menyapa mereka dengan berbagai pola dan gaya yang tidak mudah dimengerti para kiai atau dai.
Ketika ditanya tentang gaya Gus Miek ini, Kiai Hamid Pasuruan yang masyhur dengan kewaliannya menjawab bahwa dirinya tidak mampu meniru gaya dakwah Gus Miek.
Salah satu kebiasaan Gus Miek adalah pakai kaca mata hitam ketika jalan-jalan di berbagai tempat. Gus Farid, putra Kiai Ahmad Siddiq (Rais Aam PBNU 1984-1991) dan juga menantu Gus Miek yang sering mendampingi perjalanannya, suatu ketika menanyakan alasan dan rahasia Gus Miek memakai kaca mata hitam itu.
“Apabila aku bertemu orang di jalan atau tamu, aku diberi pengetahuaan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis. Makanya, aku memakai kaca mata hitam agar orang tidak tahu bahwa aku sedang menangis,” jawab Gus Miek.
Gus Farid kaget dan bergetar dengan jawaban Gus Miek itu. Tak disangka, ternyata kaca mata hitam itu untuk menutupi sosok Gus Miek yang menangis melihat orang lain.
|
Gus Miek (tak berpeci) dan Habib Sholeh Tanggul |
Selain itu, suatu ketika Gus Farid juga penasaran tentang perempuan-perempuan cantik yang selalu ditemui Gus Miek di berbagai klub malam, diskotik, dan tempat prostitusi.
“Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia, dalam pandangan mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja. Jadi jalan untuk syahwat tidak ada,” jawab Gus Miek.
Lagi-lagi, Gus Farid kembali terperangah. Ternyata sosok Gus Miek mempunyai tingkat spiritualitas yang sangat tinggi. Makanya wajar kalau Kiai Hamid Pasuruan saja sampai tidak bisa meniru gaya dakwah Gus Miek.
Sosok Gus Miek selalu dirindukan banyak orang. Tidak sedikit orang yang taubat karena dakwah Gus Miek. Mereka yang bertaubat sangat bersyukur bisa kembali pada jalan Allah. Kerinduan jutaan manusia itu akhirnya kalah dengan kerinduan Allah kepada Gus Miek. Tepat pada 5 Juni 1993, Gus Miek menghembuskan nafas terakhirnya di RS. Budi Mulia Surabaya (sekarang namanya RS. Siloam).
Sebagai penutup, ini salah satu dawuh Gus Miek yang masyhur dihayati para santri dan pecintanya.
“Seorang fakir yang tahan uji, yang tetap bisa tertawa dan periang. Sedang hatinya terus mensyukuri keadaan-keadaannya, masih lebih terhormat dan lebih unggul melebihi siapa pun, termasuk orang dermawan yang 99% hak miliknya diberikan karena Allah, tetap saja masih unggul fakir yang saleh tadi.”
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!