KH. Achmad Shiddiq adalah salah satu ulama besar Indonesia yang teguh memperjuangkan Islam dan Pancasila. Di tangan Kiai Achmad, pertentangan antara Islam dan Pancasila pada era Orde Baru menjadi selesai. Islam dan Pancasila akhirnya diterima dengan sangat harmonis, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan secara seimbang.
Kiai Achmad Shiddiq lahir di Jember, Ahad Legi 10 Rajab 1344 / 24 Januari 1926, persis 7 hari sebelum lahirnya Nahdlatul Ulama (NU). Beliau putra dari Kiai Shiddiq dan Nyai Hj. Zaqiah (Nyai Maryam). Sang ayah (Kiai Shiddiq) dikenal memiliki karomah yang sangat masyhur, termasuk sering bertemu Rasulullah SAW.
Kiai Achmad Shiddiq menjadi Rais Aam NU selama 1984-1991, menggantikan KH. Ali Maksum Rais Aam NU 1981-1984. Ketika selesai Muktamar Krapyak Yogya tahun 1989, Kiai Achmad sakit diabetes melitus (kencing manis yang parah) yang kemudian dirawat di RS. Dr. Sutomo, Surabaya.
“Tugasku di NU sudah selesai,” kata Kyai Achmad Shiddiq pada rombongan PBNU yang membesuknya di RSU Dr. Sutomo saat itu. Ternyata isyarat itu benar. Tanggal 23 Januari 1991, Kiai Achmad Shiddiq wafat. Rais Aam NU yang berwajah sejuk itu menanggalkan beberapa jabatan penting, Anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) dan Anggota BPPN (Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional)
KH. Achmad Shiddiq dimakamkan di kompleks makam Auliya, Tambak Mojo, Kediri. Di makam itu juga sudah dimakamkan 2 orang auliya sebelumnya.
“Aku seneng di sini. Besok kalau aku mati dikubur sini saja,” demikian wasiat Kyai Achmad pada istri dan anak-anaknya.
|
KH. Ahmad Shiddiq dan Gus Miek |
Saat itu, ribuan orang menghadiri pemakaman Kiai Achmad Shiddiq. Salah satu yang memimpin doa adalah KH. Chamim Djazuli (Gus Miek) yang menjadi besan sekaligus teman perjuangannya kepada umat. Dalam doa yang menggetarkan ini, Gus Miek menegaskan bahwa Kiai Achmad adalah temannya kelak di akhirat. Berikut sambutan sebentar dan doa Gus Miek.
“Yang dimakamkan di depan saya ini, bukan seorang politikus bukan seorang cendekiawan. Semua menyaksikan, saya lebih menyaksikan beliau ini adalah teman saya di akhirat nanti.
Ya Allah, saya percayakan, saya titipkan lafdhon wa ma’nan kepada Engkau Rabbil Izzati, semoga diberikan lampu-lampu sebagai cahaya di dunia dan di akhirat.
Ya Allah, nawwir qulubanaa bi nuuri hidayatika
Saya benar-benar rela dan ikhlas panjenengan mendahului. Memang tugas sudah rampung dan tuntas, kami yakin anak cucu dan istri telah penuh dengan persiapan dengan modal yang panjenengan berikan yaitu tak pernah padam dalam mengenali Allah. Hati tidak berhenti dalam komunikasi dengan Allah.
Ya Allah, ya Allah, engkau berikan ketahanan, kesiapan, keluasan langsung dari Engkau ya Allah kepada yang ditinggalkan almarhum KH. Achmad Siddiq tetapi saya yakin semua siap bi ibadatihim.”
Setelah doa ini, Gus Miek kemudian melanjutkan doanya dengan memakai bahasa Arab.
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!