Keheningan dan kedamaian di komplek Pondok Pesantren Salafiyah, Pasuruan, hari itu masih terasa dan begitu menyentuh hati para santri. Tak terkecuali santri yang beranama Zuhdi asal Kota Pasuruan. Zuhdi yang saat itu masih berstatus santri dan menjadi khodam dari KH. Abdul Hamid, pada satu kesempatan didatangi tamu dari Banyuwangi.
Sebelum tamu itu datang, Zuhdi ditimbali (dipanggil) kiai di pintu gerbang timur pondok.
“Di….., maringene onok tamu soko Banyuwangi, tolong yo, omongno aku ndak gelem nyalami.” (Di, setelah ini ada tamu dari Banyuwangi. Tolong ya, sampaikan kepadanya aku gak mau menyalaminya).
Kiai Hamid pun meninggalkan Zuhdi. Setelah melalui tiga langkah dari tempat Zuhdi, Kiai Hamid berguman: “lha wong omahe pinggir menara masjid, tapi ndak tau gelem jamaah neng masjid.” (Lha wong rumahnya di samping masjid kok tidak mau shalat jamaah di masjid)
Tanpa komentar Zuhdi hanya mengatakan “iya” dengan isyarat menganggukkan kepala. Setelah itu Kiai Hamid masuk ke dalam rumah.
Selang beberapa saat, ternyata apa yang dikatakan Kiai Hamid terjadi. Seseorang datang langsung mendatangi Zuhdi dan menyampaikan tujuan kedatangannya. Dengan ramah Zuhdi menjawabnya: “Maaf pak ! Kiai Hamid memang ada, namun beliau tidak bisa menemui dan bersalaman dengan Anda,”.
Dengan langkah gontai si tamu pun pergi tanpa menanyakan mengapa Kiai Hamid tidak bisa menemuinya. Zuhdi jadi ingat pesan gurunya, supaya mengantar tamu sampai ke gang menuju jalan raya. Nah di tengah perjalanan inilah Zuhdi mencoba menghibur karena tidak bisa bertemu Kiai Hamid.
|
Mbah Hamid Pasuruan |
Perlahan Zuhdi menanyakan di mana rumah tamu tersebut. Tamu itu pun menjawab dari Banyuwangi. Spontan Zuhdi heran, karena asal kota pria itu sesuai dengan apa yang dikatakan Kiai Hamid. Zuhdi kembali menanyakan apakah rumahnya dekat menara masjid. Orang tersebut kembali menjawab kebenaran pertanyaan itu. Lalu Zuhdi bertanya kembali, apakah pria itu sering jamaah atau tidak. Tamu itu menjawab: “Rumah saya memang berdekatan dengan masjid, tapi saya tidak pernah jamaah di sana.”
Mendengar jawaban itu, Zuhdi menimpali: “Lha, itulah sebabnya mengapa Kiai Hamid tidak kerso (mau) menemui dan menyalami Anda,” Dengan perasan malu dan menyesal, tamu tadi pulang.
Selang beberapa hari, lelaki tersebut kembali dengan menata niatnya untuk menemui Kiai Hamid. Ia optimis kedatangannya pasti diterima kiai yang di masa kecilnya bernama Abdul Mu’thi itu. Nah, dengan perubahan seperti itu Kiai Hamid kemudian mau menerimanya dan menemuinya sebagai tamu.
Penulis: Saifullah
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!