Dari belasan manuskrip yang ditemukan oleh Tim Turots Syaikhona Kholil, ada satu kitab yang menurut saya sangat berharga dan menarik. Sebuah kitab dengan belasan halaman yang berisikan biografi Syaikhona Kholil.
Manuskrip kitab ini ditemukan di Ndalem KH. Nashir Yasin Senenan Bangkalan. Belakangan hampir bisa kami pastikan bahwa kitab tersebut merupakan karya Musnid addunya Syaikh Yasin Bin Isa Al-Fadani yang ditulis dengan tangan beliau sendiri. Tentunya bukan suatu hal yang mengherankan jika beliau sampai menuliskan biografi Syaikhona dalam sebuah risalah khusus, dikarenakan sanad-sanad Syaikh Yasin dalam beberapa kitab memang bersambung ke Syaikhona Kholil melalui dua guru beliau yang pernah berguru kepada Syaikhona: KH. Maksum Lasem dan Syaikh Tubagus Bakri Banten
Yang istimewa dalam kitab ini adalah nama-nama guru Syaikhona Kholil di tanah Hijaz yang disebutkan dengan sangat lengkap. Juga ketika Syaikh Yasin menerangkan sekilas tentang akhlak dan Manaqib Syaikhona, setelah menyebut bahwa Syaikhona adalah sosok gemar membaca wirid dan Al-Quran, sampai-sampai konon beliau rajin menghatamkan Al-Quran setiap harinya, setelah menyebut bahwa Syaikhona memiliki adab dan tadhim yang sangat tinggi kepada para gurunya. Syaikh Yasin juga menulis:
“Beliau juga dikenal memiliki rasa hormat dan ta’dhim yang sangat besar kepada semua ahlul bait dan orang-orang Arab. Tidak pernah ada ulama Nusantara yang menghormati Ahlul Bait melebihi beliau. Beliau tidak pernah memuliakan dan menghormati seseorang melebihi penghormatan beliau kepada para Asyraf (Habaib).
Seringkali Al-Imam Al-Masyhur Al-Habib Muhammad bin Musthofa Al-Muhdhor berkunjung ke rumah beliau. Maka Syaikhona Kholil akan melepas sandal beliau, berjalan tanpa alas kaki, dan menundukkan kepalanya untuk menyambut kedatangan Sang Habib dari kejauhan. Dan orang-orang menyaksikan hal ini dari beliau bukan hanya satu atau dua kali.
Al-Habib Ahmad bin Muhammad Bilfaqih juga sering bertamu kepada beliau. Bahkan demi itu, Habib Ahmad rela menaiki kapal di tengah-tengah ombak dan angin kencang. Dan setiap kali berkunjung ke Bangkalan, Syaikhona pasti akan menyuruh salah seorang santrinya untuk menyambut Habib Ahmad di pelabuhan Kamal, padahal beliau tidak pernah memberi kabar kepada Syaikhona bahwa beliau akan datang ke Bangkalan.
Syaikhona juga pernah memuliakan Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor dengan sambutan yang luar biasa ketika beliau berkunjung ke Demangan Bangkalan. Syaikhona juga seringkali berbalas surat kepada Al-Habib Al-Muhaddits Husain bin Muhammad Al-Habsyi Mekkah (Kakak dari Habib Ali bin Muhammad Al-Habsy Shohibul Maulid). Ketika di Mekkah, Syaikhona pernah berguru kepada ayah beliau, Mufti Mekkah Al-Habib Muhammad bin Husain Al-Habsyi.
Salah satu kebiasaan Syaikhona adalah berkeliling ke pelosok-pelosok Bangkalan setiap harinya. Dan dalam perjalanan beliau selalu membagi-bagi uang dan manisan kepada anak-anak kecil yang beliau jumpai”.
Kedekatan para kiai dan habaib merupakan sebuah hubungan yang terjalin erat sejak dahulu, sejak zaman moyang-moyang kita. Kiai dan Habaib seakan sudah menjadi satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Siapa yang mencintai kiai pasti akan menghormati habaib begitupun sebaliknya.
Menghormati mereka adalah menghormati simbol-simbol agama. Min ta’dhimi Sya’airillah. Oleh karena itu tak akan barokah kehidupan orang yang memilah-milah dan berusaha membenturkan antara keduanya, para kiai dan Habaib, hanya karena hawa nafsu, kedengkian, perbedaan pendapat, apalagi lagi hanya karena perbedaan pandangan politik.
Penulis: Ismael Amin Kholil (cicit Syaikhona Kholil Bangkalan)
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!