Alkisah, suatu ketika ada seorang Badui yang mendatangi Rasulullah. Ia hendak bertanya tentang suatu hal kepada Rasulullah. Namun ketika sampai di depan rumah Rasulullah, seorang Badui tersebut dicegat oleh para sahabat. Mereka mencegah Badui tersebut masuk karena Rasulullah tengah memikirkan sesuatu.
Seorang Badui tersebut tidak patah arang. Ia meyakinkan para sahabat bahwa kedatangannya itu bukan malah menambah beban Rasulullah. Bahkan, ia berjanji akan membuat Rasulullah melupakan sejenak apa yang sedang dipikirkannya dan membuatnya tertawa. Setelah proses negosiasi panjang, akhirnya seorang Badui itu diizinkan untuk masuk dan menemui Rasulullah.
Tanpa basa-basi, seorang Badui itu langsung melontarkan pertanyaannya kepada Rasulullah perihal al-Masih Dajjal. Mula-mula ia mengutarakan informasi yang didapatkannya tentang Dajjal. Katanya, nanti Dajjal akan datang kepada manusia dengan membawa bubur (tsarid). Namun semua manusia binasa karena kelaparan.
“Menurutmu apakah aku harus menolak tsaridnya (buburnya Dajjal) demi memelihara yang tidak halal hingga aku mati kurus?” tanya seorang Badui.
Rasulullah mendengarkan pertanyaan Badui itu dengan seksama.
“Ataukah aku makan tsaridnya hingga kenyang, namun tetap beriman kepada Allah dan mengingkari Dajjal?” lanjut Badui tersebut.
Mendengar pertanyaan semacam itu, Rasulullah tidak kuasa menahan tawa. Dikisahkan bahwa Rasulullah tertawa hingga gigi gerahamnya kelihatan usai mendengar pertanyaan dari Badui itu.
Sesaat kemudian, Rasulullah baru menjawab ‘pertanyaan lucu’ Badui itu. Kata Rasulullah, umat Islam dilarang untuk memakan makanan dari Dajjal itu. Menurut Rasulullah, Allah akan mencukupi semua kebutuhan umatnya sehingga mereka tidak perlu ‘kepincut’ dengan iming-iming Dajjal itu.
Begitulah Rasulullah. Beliau adalah orang yang banyak tersenyum dan paling gembira hatinya. Asalkan momennya tidak berbarengan dengan turunnya wahyu, saat memberi nasihat, atau membahas tentang hari akhir, beliau akan ikut tersenyum manakala ada suatu hal yang menurutnya lucu, seperti kasus di atas misalnya. Dan seorang Badui itu juga sukses membuat Rasulullah tertawa, dengan ‘pertanyaan polosnya’.
Satu hal lagi, Rasulullah menjawab pertanyaan Badui itu tidak 'seenak dirinya'. Mengapa? Karena jika Rasulullah menghadapi suatu urusan, maka beliau akan menyerahkan urusan itu kepada Allah. Setelah ada petunjuk dari Allah, maka beliau akan menyampaikannya kepada umatnya.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!