“Ya Allah, perkuat Islam dengan Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khattab,” doa Rasulullah.
Semula Umar bin Khattab menentang Islam bukan karena dia tidak mengerti dengan ajaran Nabi Muhammad saw. Ataupun karena fanatik dengan agama leluhurnya, menyembah berhala. Dia memiliki pemikiran kalau Nabi Muhammad saw. dengan ajaran barunya telah membuat masyarakat Quraisy secara khusus dan masyarakat Makkah secara umum terpecah belah dan berkonflik.
Ia tidak menghendaki keadaan seperti itu. Dia ingin agar masyarakatnya tidak pecah, bersatu, tertib, dan stabil. Untuk mengembalikan keadaan masyarakat Quraisy seperti sediakala, maka satu-satunya jalan adalah dengan menghentikan dakwah Nabi Muhammad saw. dan pengikutnya. Paradigma pemikiran seperti itulah yang membuat Umar bin Khattab sangat keras menentang dan memusuhi Islam. Bahkan, beberapa kali Umar bin Khattab sampai berpikir untuk menghabisi Nabi Muhammad saw., orang yang dianggap telah memecah belah masyarakat Quraisy.
Manusia hanya berencana, Allah-lah yang mewujudkannya. Meski semula menentang Islam, tapi kelak Umar bin Khattab akan menjadi pembela Islam yang sangat gigih dan terdepan. Ada beberapa riwayat yang menjelaskan mengenai awal mula dan sebab Sayyidina Umar bin Khattab mendapatkan hidayah dan masuk Islam.
Riwayat pertama, suatu ketika Sayyidina Umar bin Khattab pergi ke tempat Nabi Muhammad saw. untuk membunuhnya. Di tengah jalan dia papasan dengan Nu’aim bin Abdullah. Nu’aim menyarankan Sayyidina Umar agar membatalkan rencananya itu. Ia juga meminta Sayyidina Umar untuk mengurus saudarinya, Fatimah binti Khattab, dan iparnya, Sa’id bin Zaid bin Amr, yang sudah masuk Islam, sebelum menghadapi Nabi Muhammad saw.
Sayyidina Umar langsung ke rumah Fatimah untuk membuat perhitungan karena adiknya telah masuk Islam. Ketika sampai di depan rumah, dia mendengar Khabbab bin al-Arat sedang membacakan Al-Qur’an surah Thaha kepada Fatimah dan Sa’id bin Zaid bin Amr. Singkat cerita, Sayyidina Umar luluh hatinya dan terkesima dengan keindahan kata-kata Al-Qur’an yang dibacakan Khabbab. Seketika itu, dia meminta Khabbab untuk mengantarnya bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan menyatakan diri masuk Islam.
Riwayat kedua, pada saat itu Sayyidina Umar hendak mencari teman-temannya untuk diajak mimum khamr. Namun, dia tidak menemukan temannya itu. Akhirnya, dia memutuskan pergi ke Ka’bah untuk thawaf. Di sana, dia mendapati Nabi Muhammad saw. tengah mengerjakan shalat. Melihat hal itu, Sayyidina Umar penasaran dan ingin mendengar apa yang diucapkan Nabi Muhammad saw. Ia kemudian menyelinap ke dalam bilik Ka’bah, hingga jaraknya dengan Nabi Muhammad saw. hanya dibatasi kain Ka’bah.
“Setelah saya dengar Al-Qur’an itu dibacanya, hati saya rasa tersentuh. Saya menangis; Islam sudah masuk ke dalam hati saya. Sementara saya masih tegak berdiri menunggu sampai Rasulullah selesai shalat,” kata Sayyidina Umar, dikutip dari buku Umar bin Khattab (Muhammad Husain Haekal, 2015).
Nabi Muhammad saw. pulang ke rumahnya setelah menyelesaikan shalatnya. Sementara Sayyidina Umar membuntuti di belakangnya. Ketika sudah dekat dengan rumahnya, Nabi Muhammad baru sadar kalau sedang diikuti Sayyidina Umar. Awalnya Nabi Muhammad saw. terperangah dan mengira Sayyidina Umar akan menyakitinya. Setelah ditanya maksud dan tujuannya, Sayyidina Umar langsung menyatakan diri beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad saw.
“Kemudian ia (Nabi Muhammad saw.) mengusap dada saya dan mendoakan saya agar tetap tabah,” kenang Sayyidina Umar.
Riwayat ketiga, Sayyidina Umar mulai bersimpati dengan Islam ketika umat Islam berhijrah ke Abissinia. Memang semula dia keras menentang dakwah Islam, namun ia menjadi iba setelah melihat kondisi umat Islam yang pergi dari kampung halaman dan meninggalkan orang-orang tercintanya, setelah mereka disiksa dan dianiaya.
Ketika umat Islam hendak berangkat ke Abissinia, Sayyidina Umar berpapasan dengan Umi Abdullah binti Abi Hismah. Setelah bercakap basa-basi dengan Umi Abdullah, Sayyidina Umar mendoakan agar Allah selalu menyertai rombongan yang hendak berangkat ke Abissinia itu.
“Kemudian dia pergi, dan saya lihat dia (Sayyidina Umar) sangat sedih karena kepergian kami ini,” cerita Umi Abdullah
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!