“Islamnya Umar bin Khattab suatu pembebasan, hijrahnya suatu kemenangan, dan kepemimpinannya suatu rahmat. Sebelum Umar memeluk Islam kami tak dapat shalat di Ka’bah, setelah dia menjadi Muslim diperanginya mereka sampai mereka membiarkan kami. Maka kami pun dapat melaksanakan shalat,” kata salah seorang sahabat, Abdullah bin Ma’sud.
Pada malam itu, Sayyidina Umar bin Khattab mendatangi Rasulullah yang tengah bersama para sahabatnya di Darul Arqam di Safa. Di sanalah, Sayyidina Umar bin Khattab mengikrarkan diri beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Pada saat itu, Sayyidina Umar berusia antara 30 hingga 35 tahun. Ia memiliki tubuh yang kuat dan keberanian yang memuncak. Dengan demikian, dengan masuk Islamnya Sayyidina Umar maka dakwah Islam menjadi semakin kuat, sebagaimana doa Rasulullah: “Ya Allah, perkuat Islam dengan Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khattab”.
Keesokan harinya, Sayyidina Umar menemui Abu Jahal untuk memberitahukan keislamannya. Semula Abu Jahal menyambut baik kedatangan Sayyidina Umar. Namun setelah mengetahui maksud dan tujuan kedatangannya, Abu Jahal langsung membanting pintunya. Dia juga mengucapkan sumpah serapah kepada Sayyidina Umar.
Beberapa saat kemudian Sayyidina Umar merasa perlu mendeklarasikan keislamannya kepada seluruh penduduk Makkah. Menariknya, merujuk buku Umar bin Khattab (Muhammad Husain Haekal, 2015), Sayyidina Umar melakukan hal itu dengan 'menggunakan lisan' Jamil bin Ma’mar al-Jumahi. Iya, pada saat itu Jamil adalah orang yang paling cepat menyebarkan berita. Jika ada suatu berita, dia akan langsung mengumumkannya sehingga masyarakat di seluruh penjuru Makkah mengetahuinya.
Setelah Sayyidina Umar memberitahu tentang keislamannya, Jamil bin Ma’mar al-Jumahi langsung menuju pelataran Ka’bah. Sementara Sayyidina Umar mengawasi di belakangnya. Jamil berteriak sekuat tenaga dan mengumumkan kalau Sayyidina Umar telah meninggalkan agama leluhurnya. Sontak saja, teriakan Jamil tersebut menarik perhatian banyak orang yang sedang berada di sekitaran Ka’bah.
“Bohong! Tetapi saya sudah masuk Islam dan bersaksi bahwa tiada Tuhan dan Muhammad hamba dan Rasul-Nya,” sergah Sayyidina Umar.
Suasana Ka’bah menjadi riuh setelah itu. Masyarakat Makkah yang saat itu berada di Ka’bah saling saut-menyaut. Mereka melemparkan tuduhan macam-macam kepada Sayyidina Umar setelah mengumumkan keislamannya. Kejadian itu berlangsung cukup lama, hingga matahari terbit mulai tinggi. Mereka kemudian mengelilingi Sayyidina Umar yang tengah duduk karena keletihan setelah menangkis 'serangan mulut' mereka.
Sayyidina Umar tidak gentar meski dikepung banyak orang seperti itu. Dia malah mempersilahkan mereka melakukan apa saja terhadap dirinya. Sayyidina Umar juga melontarkan perang psikis. Katanya, jika jumlah umat Islam sudah mencapai 300 orang maka nanti hanya ada pilihan; umat Islam meninggalkan semua itu (Makkah dan seisinya) untuk musyrik Makkah atau Musyrik Makkah yang meninggalkan itu buat umat Islam.
Ketika keadaan sekitaran Ka’bah semakin tegang dan panas, tiba-tiba muncul seorang laki-laki tua. Dialah al-As bin Wa’il dari Bani Sahm. Dia berupaya mencairkan suasana agar tidak terjadi pertumpahan darah. Dia kemudian malah membela Sayyidina Umar. Katanya, Islamnya Sayyidina Umar adalah urusannya sendiri, siapapun tidak berhak mencampuri hal itu. Al-As juga memberikan perlindungan kepada Sayyidina Umar -meski sudah masuk Islam- karena klan mereka (Bani Sahm dan Bani Adi bin Ka’ab) bersekutu semenjak zaman Jahiliyyah.
Islamnya Sayyidina Umar juga sangat mempengaruhi dakwah Islam. Sebelumnya dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi, namun kemudian Sayyidina Umar mengusulkan kepada Rasulullah agar dakwah dengan cara terang-terangan. Usulan Sayyidina Umar itu disambut baik Rasulullah. Tak lama setelah itu, umat Islam ramai-ramai memasuki area Ka’bah. Mereka terdiri dari dua rombongan; rombongan pertama di bawah komando Sayyidina Umar dan rombongan kedua dipimpin Hamzah.
Kaum musyrik Makkah hanya bisa melihat ‘pawai’ umat Islam itu. Mereka tidak berani mendekati apalagi mengganggu umat Islam karena di sana ada Sayyidina Umar dan Hamzah. Dua simbol keperkasaan Quraisy pada saat itu. Keinginan Sayyidina Umar untuk mendakwahkan Islam secara terang-terangan 'didengar' Allah. Beberapa saat setelah peristiwa itu, turun wahyu dari Allah kepada Rasulullah untuk menyebarkan Islam secara terang-terangan.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!