Nabi Muhammad pernah mengadakan perjanjian dengan beberapa kelompok umat Kristen (Nasrani) pada zamannya. Perjanjian yang dibuat kedua belah pihak menyangkut banyak hal. Mulai dari masalah keamanan, perlindungan, hingga jaminan keselamatan. Menariknya, perjanjian Nabi Muhammad dengan orang-orang Kristen tersebut “berjalan dengan baik”. Kedua belah pihak menepatinya dan tidak ada yang melanggarnya sampai Nabi wafat.
Merujuk buku Rasulullah Teladan Untuk Semesta Alam (Raghib as-Sirjani, 2011), sepanjang hidupnya -terutama dua tahun terakhir dari kehidupannya- Nabi Muhammad mengadakan perjanjian dengan tiga kelompok umat Kristen:
Pertama, orang-orang Kristen Najran. Suatu ketika Nabi Muhammad mengundang kaum Najran untuk datang ke Madinah. Umat Kristen Najran kemudian mengirim 14 orang -riwayat lain menyebutkan 60 orang dan 45 di antaranya sarjana Kristen- untuk berdiskusi dan berdebat dengan Nabi Muhammad. Rombongan umat Kristen Najran itu dipimpin tiga orang; Al-Aqib sebagai pemimpin rombongan. As-Sayyid sebagai pengatur perjalanan, dan Abul Harits sebagai penanggung jawab urusan keagamaan.
Setiba di Madinah, delegasi Kristen Najran disambut baik Nabi Muhammad dan umat Islam. Nabi mengajak mereka untuk memeluk Islam. Rombongan Kristen Najran menolaknya. Mereka kemudian terlibat dalam perdebatan. Temanya pun bervariasi, mulai dari persoalan teologi, definisi Muslim, status Nabi Isa hingga politik dan pemerintahan.
Dalam hal-hal tertentu mereka bertemu dalam satu titik temu, namun dalam hal-hal tertentu lainnya -seperti persoalan teologi- mereka tidak ketemu. Tidak ada kesepakatan di antara mereka mengenai hal itu. Di akhir dialog, Nabi Muhammad menjalin perjanjian damai dengan rombongan Kristen Najran. Sebetulnya, Nabi Muhammad bisa saja “menangkap” delegasi Najran mengingat mereka tidak memiliki kekuatan saat itu. Namun, Nabi memilih untuk membuat perjanjian damai dengan mereka. Melalui perjanjian ini, Nabi Muhammad ingin menanamkan fondasi perdamaian, toleransi, dan moderasi antara umat Islam dengan umat non-Muslim.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad sebagai Nabi kepada Uskup Abul Harits, uskup-uskup Najran, para pendeta, para rahib, dan semua orang yang ada di bawah kuasa mereka sedikit maupun banyak. Perlindungan Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada seorang pun uskup, rahib, atau pendeta yang diganti, dan juga tidak ada satu pun hak dan kekuasaan mereka yang akan diganti, dan tidak juga yang sudah menjadi kebiasaan mereka. Perlindungan Allah dan Rasul-Nya selamanya, selama mereka berdamai dan jujur serta tidak berlaku zalim.” Demikian isi perjanjian Nabi Muhammad dengan orang-orang Kristen Najran.
Kedua, orang-orang Kristen Jarba dan Adzruh. Nabi Muhammad juga mengadakan perjanjian dengan umat Kristen Jarba dan Adzruh untuk membayar jizyah. Melalui perjanjian itu, Nabi Muhammad berupaya memberikan perlindungan kepada kabilah-kabilah lemah dan minoritas seperti Jarba dan Azdruh. Juga untuk menciptakan perdamaian di sekitar wilayah kaum Muslim.
Maklum, pada saat itu perang antarkabilah begitu marak sehingga banyak kabilah lemah menjadi korbannya. Jika dibandingkan dengan keamaan dan perlindungan yang diberikan Nabi Muhammad dan umat Islam, maka biaya yang dikeluarkan kabilah Jarba dan Azdruh -100 dinar setiap tahunnya- menjadi begitu sedikit.
“Ini adalah surat dari Muhammad sebagai Nabi untuk penduduk Adzruh bahwa mereka akan aman dengan keamanan dari Allah dan Muhammad, dan mereka harus membayar 100 dinar setiap bulan Rajab sebagai pemenuhan yang baik. Allah-lah yang menjadi penanggung mereka dengan kejujuran dan perbuatan baik bagi kaum Muslimin,” kata Nabi Muhammad dalam perjanjiannya dengan orang-orang Kristen Jarba dan Adzruh.
Ketiga, orang-orang Kristen Ailah. Suatu ketika Raja Ailah, Yuhannah bin Rub’ah, dengan mengenakan salib mendatangi Nabi Muhammad. Setelah terjadi obrolan, akhirnya Nabi Muhammad dan Yuhannah bersepakat untuk menjalin perjanjian damai. Dalam perjanjian itu, Nabi Muhammad menjamin keamanan penduduk Ailah, baik di darat maupun di laut. Maklum, Ailah terletak di pesisir pantai Laut Merah. Maka sudah barang tentu penduduk Ailah banyak yang menjadi nelayan.
“Kapal-kapal laut mereka (penduduk Ailah) dan kendaraan-kendaraan mereka di darat dan di laut mendapatkan pengamanan dari Allah dan Muhammad an-Nabi,” kata Nabi dalam suratnya.
Tidak hanya itu, Nabi Muhammad juga menjamin penduduk Ailah untuk mendapatkan air dan melewati jalan-jalan yang selama ini mereka lalui, baik di darat maupun di laut. Nabi dan umat Islam akan memerangi siapa saja yang menghalangi penduduk Ailah untuk mendapatkan apa yang dijanjikan Nabi Muhammad tersebut. Tidak lain, ini dilakukan Nabi Muhammad untuk mewujudkan perdamaian di wilayah tersebut.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU