Nama KH. Ya’qub Hasyim atau dikenal dengan sebutan Gus Ya’qub di jajaran putra-putri Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari memang kurang terkenal dibanding yang lain. Beliau adalah putra terakhir KH. Hasyim Asy’ari dari pasangan Bu Nyai Masruroh. Istri terakhir Hadratussyaikh ini, melahirkan Bu Nyai Khadijah Hasyim, Gus Abdul Qadir Hasyim, dan yang terakhir Gus Ya’qub Hasyim.
Beliau dilahirkan pada tahun kewafatan Hadratussyaikh, yakni tahun 1366 H atau 1947 M. Jadi beliau menangi (menjumpai) abahnya di waktu bayi, itupun hanya beberapa bulan saja. Selanjutnya Gus Ya’qub kecil ini diasuh oleh ibunya dan saudara tertua beliau, Bu Nyai Khadijah Hasyim.
Beliau tumbuh di keluarga yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan agama. Tebuireng adalah salah satu sumber ilmu di kala itu. Memang Gus Ya’qub sudah memiliki keanehan dari waktu kecilnya. Beliau melakukan hal-hal yang kurang wajar yang biasa dilakukan oleh manusia pada umumnya.
Masa belajar beliau hanya dihabiskan di Tebuireng. Belajar otodidak adalah salah satu cara belajarnya. Dengan banyak membaca dan belajar sendiri. Gus Zaki pernah menuliskan, suatu hari ada seorang santri mendengar Gus Ya’qub membaca kitab di dalam kamar. Ketika dilihat melalui lobang jendela, betapa terkejutnya santri tersebut melihat bahwa Gus Ya’qub sedang sorogan langsung kepada Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari abahnya yang telah lama wafat.
Kisah lain, sering sekali Gus Ya’qub ketika masih muda terlihat membaca kitab kuning disamping maqbarah abahnya di komplek Pondok Pesantren Tebuireng. Sepertinya, walau Hadratus Syaikh sudah wafat, namun jiwa mengajarnya tidaklah pernah padam.
Gus Ya’qub juga sering menyendiri di kamar pojok, sebelah maqbaroh. Dan di dalamnya terdengar suara tanpa rupa. Konon katanya suara tersebut adalah KH. Hasyim Asy’ari, yang sedang mengajari Gus Ya’qub.
Gus Ya’qub itu lebih suka berjalan kemana-mana dengan sepedanya, daripada berdiam diri di rumah. Sehingga keluarga beliau mengkhawatirkan atas diri beliau. Keluarga Ndalem memerintahkan salah satu santri untuk mengikuti kemana Gus Ya’qub pergi.
Sebagai pribadi yang berilmu, beliau memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan ilmu yang diperolehnya, oleh karena itu beliau pernah mengajar kitab Bulughul Maram. Menurut sebagian riwayat, jika ada santri yang tidak mengikuti pengajiannya, tidak segan-segan beliau menampar santri tersebut.
Diceritakan juga, bahwa Gus Ya’qub pernah suatu hari mengajar Bahasa Inggris, padahal kenyataannya beliau tidak pernah belajar bahasa Inggris. Mungkin ini adalah salah satu ilmu ladunni, yang tak sembarang orang bisa mendapatkannya.
Ada yang mengatakan bahwa Gus Ya’qub adalah seorang wali jadzab, memang benar pernyataan tersebut. Dalam keseharian beliau, banyak terjadi keanehan dalam perilaku, ucapan, tindakannya. Seperti yang pernah ditulis oleh Gus Zaki:
“Ya, Gus Ya’qub yang sehari bisa habis 7 bungkus rokok, yang bisa menghidupkan segala jenis kendaraan dengan kunci apa saja, yang terkadang tidur 10 jam sehari, yang membuat besi menjadi lembek, yang dawuhnya terkadang perlu juru tafsir untuk memahaminya, yang terkadang telanjang, yang Gus Dur segan kepada beliau”.
|
Makam Gus Ya'qub Hasyim |
Walaupun begitu, pihak keluarga juga menginginkan Gus Ya’qub normal saja, tidak Jadzab. Karena sering membuat pihak keluarga khawatir terhadap beliau, juga orang lain. Pihak keluarga berencana untuk menyowankan Gus Ya’qub kepada seorang wali yang masyhur, yaitu Mbah Hamid Pasuruan, guna untuk menyadarkan Gus Ya’qub dari Fana’ yang terlalu.
Karena Mbah Hamid juga seorang wali, beliau memiliki keistimewaan yaitu bisa weruh sedurunge winarah. Sebelum keluarga memberangkatkan Gus Ya’qub, Mbah Hamid malah sudah datang ke Tebuireng. Niat untuk menyowankan pun gagal, karena kerawuhan Mbah Hamid. Dari kerawuhan Mbah Hamid ini menandakan bahwa Gus Ya’qub memiliki tingkatan yang tidak rendah. Hubungan bathiniyah wali dengan wali yang lain itu sangat erat sekali.
Gus Ya’qub juga pernah menduduki kursi DPRD Jombang. Menurut sebagian riwayat, ketika Gus Ya’qub menjabat sebagai DPRD di Jombang, Beliau biasa menggunakan motor dan bercelana pendek, untuk pergi ke Jombang.
Gus Ya’qub sering ngendikan (berbicara) dengan bahasa isyarat yang sulit dipahami. Seperti pengakuan salah satu santri Tebuireng dulu, ketika santri tersebut bertemu Gus Ya’qub di jalan, beliau sambil bernyanyi-nyanyi “Darah mengalir sampai jauh”. Tak lama kemudian terjadi peristiwa pembunuhan para dukun santet yang sempat ramai di seluruh wilayah Jawa Timur.
Pada tahun 1998 M atau 1419 H sekitar berumur 51 tahun, beliau wafat. Gus Ya’qub adalah salah satu dari sekian banyak walinya Allah dipanggil kehadirat yang kuasa. Langit bumi, malaikat, masyarakat, santri merasa sedih dengan kepergiannya Gus Ya’qub. Beliau dimakamkan di pemakaman Masyayikh Tebuireng. Semoga Allah mengampuni seluruh dosanya, dam menempatkan beliau pada derajat yang tinggi. Amin.
Wallahu A’lam
Sumber: tebuireng.online