Ada seorang Kyai yang masih kerabat, sesudah beliau meninggal putranya ingin menjual rumah warisan beliau untuk kemudian hasil penjualannya dibagi-bagi kepada para ahli waris. Kyai Maimoen menentang keinginan itu dengan berbagai hujjah, tapi si putra tetap ngotot sehingga akhirnya terjuallah rumah itu.
Tak selang terlalu lama sesudah uang dibagi-bagi, anak si putra kyai itu mengalami kecelakaan parah. Biaya perawatannya yang mahal ditutup dengan uang bagian hasil penjualan rumah. Sedemikian mahalnya sampai uang warisan amblong, habis buat biaya.
“Untung aku nggak nurut sampeyan”, katanya kepada Kyai Maimoen, “seandainya rumah nggak jadi kujual, matilah anakku karena nggak ada biaya!”
Kyai Maimoen jelas tak terima,
“Seandainya nggak sampeyan jual, anak sampeyan nggak akan kecelakaan!”
Kyai Maimoen membuat catatan penting sekali terkait kisah itu. Diantara putra-putra si kyai yang diceritakan di atas ada yang ‘alim sekali, tapi tak ada keluarga yang mendukung sehingga tempat tinggal pun harus cari kontrakan kesana-kemari.
“Makanya, rumah kyai itu jangan dijual”, kata Kyai Maimoen, “bisa-bisa para anak turunnya jadi nafsi-nafsi (mikir dirinya sendiri)…”
Wallahu A’lam
Penulis: KH. Yahya Cholil Staquf (Katib Aam PBNU)
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!