Kyai Sahal: “Mbah Maimoen, Gusku”.
Sekitar tahun 2013, ada acara Musyawarah NU Wilayah Jawa Tengah di Pondok Sarang Rembang di ndalem KH. Maimoen Zubair. Di pondok inilah dahulu Kyai Sahal menimba ilmu dan sebagai santri kinasih Kyai Zubair, dengan sendirinya Kyai Maimoen Zubair adalah Gusnya Kyai Sahal.
Kyai Sahal mendapat undangan untuk hadir dalam acara tersebut selaku Rais ‘Aam. Berhubung Kyai Sahal pada waktu yang bersamaan ada acara maka beliau tidak bisa hadir.
Dua hari sebelum acara, Kyai Sahal pergi ke Sarang, ke ndalem Kyai Maimoen untuk ijin tidak bisa menghadiri Muswil NU di Sarang. Kyai Sahal ijin dengan datang sendiri tidak mengutus utusan ke Sarang walau jarak Kajen-Sarang bukan jarak yang dekat, padahal dengan telpon juga bisa. Hal-hal yang mendasari Kyai Sahal harus datang sendiri untuk ijin dan mohon maaf adalah karena pondok Sarang almamaternya, tempat beliau menimba ilmu dan Kyai Maimoen adalah Gusnya putra guru beliau, tidak elok tidak hadir untuk memenuhi undangannya.
|
Kyai Sahal Mahfudz dan Kyai Maimoen Zubair |
Saya masih ingat saat itu kami berempat, dalam mobil Kyai Sahal ndawuhi (bilang) saya: ” Im, engko yen kiro-kiro sowan ning Kyai Maimoen wis sak wetoro suwe, kowe sing pamit mulihe ya, Kyai Maimoen yen aku sing sowan biasane ceritane akeh, aku ora tegel pamit, biasane yen aku sing pamit ora pareng karo Kyai Maimoen” (Im, sekira saat sowan Kyai Maimoen agak lama, nanti kamu yang pamit pulang ya, kalau saya sowan biasanya Kyai Maimoen banyak bercerita, saya segan untuk pamit pulang, biasanya kalau saya yang pamit Kyai Maimoen tidak mengizinkan).
Sampai untuk pamit pulang saja Kyai Sahal sungkan sama Kyai Maimoen. Sungguh Kyai Sahal sangat hormat pada Gusnya yang ‘alim.
Penulis: dr. Imron Rosyidi, dokter pribadi Kyai Sahal Mahfudz
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!