KH. Maimoen Zubair telah menghadap ke hadirat Allah swt. pada hari Selasa 6 Agustus 2019. Namun, duka cita dan kenangan-kenangan tentang sosok beliau banyak dikupas oleh berbagai media yang bersumber dari santri-santri beliau ataupun pengagum dan pengikut beliau. Mereka menyaksikan secara langsung karomah yang dimiliki oleh beliau, tetapi baru diceritakan setelah beliau wafat. Sebab, mungkin saja mereka segan dan ta’dzim apabila menceritakan sesuatu yang berkenaan dengan diri beliau sewaktu beliau masih hidup. Atau barangkali ini adalah kuasa Allah yang ditunjukkan kepada hamba-hamba-Nya terhadap hamba pilihan-Nya.
Ada beberapa karomah beliau yang pernah disaksikan oleh orang-orang yang pernah mengikuti atau dekat dengan beliau. Di antaranya sebagaimana diceritakan oleh KH. Fadlolan Musyaffa’ (Pengasuh Ponpes Fadlun Fadlan, Jawa Tengah). Kiai Fadlolan menyaksikan langsung tiga karomah yang pernah muncul saat mengantar Mbah Maimoen ziarah ke makam Imam Syadzili di Mesir.
1.) Mbah Moen Bisa Melipat Waktu
Saat Kiai Fadlolan masih kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Kiai Fadlolan diminta tolong oleh Mbah Moen untuk mengantarkan ziarah ke makam Imam Syadzili. Akan tetapi, saat itu Kiai Fadlolan agak bingung karena waktu yang dimiliki Mbah Moen sangat mepet (terbatas) padahal perjalanan menuju makam tersebut sangat jauh bahkan harus menginap.
Dengan keyakinan dan keta’dziman kepada beliau, Kiai Fadlolan tetap mengiyakan permintaan beliau. Kiai Fadlolan menyewa mobil dan sopir untuk mengantar beliau dan istrinya. Singkat cerita, perjalanan darat yang jaraknya 400 kilometer dengan medan jalan yang sulit dan biasanya ditempuh selama 7-9 jam, waktu itu hanya ditempuh selama 2,5 jam. Padahal saat perjalanan, beberapa kali mobil yang ditumpangi Kiai Fadlolan, beliau, dan istrinya beberapa kali berhenti untuk istirahat, makan dan shalat di beberapa tempat yang dilaluinya. Subhanallah…
2.) Mbah Moen Menyembuhkan Penyakit Dengan Air Putih
Masih menurut Kiai Fadlolan, ketika mengantar Mbah Moen dan istrinya ke makam Imam Syadzili, mereka mampir di sebuah Mushola untuk shalat jamak takdim. Seusai shalat, mereka mampir makan di warung makan sebelah Mushola. Saat menunggu pesanan makanan, si ibu pemilik warung tiba-tiba membawa sebotol aqua seraya meminta Mbah Moen untuk mendoakan air tersebut.
“Wahai Syekh, doakan suami saya, ia sedang sakit” pinta si ibu
Setelah air itu didoakan, Mbah Moen bertanya, “Dimana suamimu?”
Kemudian si ibu mengantar Mbah Moen ke tempat suaminya lalu didoakan dan diolesi oleh Mbah Moen dengan air tersebut. Tak berapa lama kemudian suami si ibu berangsur-angsur pulih.
Usai makan, Kiai Fadlolan, sopir, beliau dan istri pamit pulang, namun si ibu pemilik warung menolak dibayar. Si ibu merasa berterima kasih suaminya sudah didoakan oleh Mbah Moen, namun Mbah Moen tetap membayar semua pesanan makanannya. Mbah Moen benar-benar ikhlas menolong orang Mesir yang tidak dikenalinya itu. Subhanallah…
3.) Restoran Mesir Terbakar Setelah Menipu Mbah Moen
Kiai Fadlolan juga menceritakan, saat ia dalam perjalanan mengantar Mbah Moen dan istrinya menuju makam Imam Syadzili, Mbah Moen minta untuk mampir dulu di sebuah restoran yang bergandengan dengan hotel. Malam itu, Mbah Moen, istrinya, Kiai Fadlolan dan sopir memesan makanan seafood.
Setelah makan, Mbah Moen memberi uang 300 pound Mesir kepada Kiai Fadlolan. Uang sebanyak itu, harusnya sudah cukup untuk membayar makan mereka berempat, akan tetapi si kasir bilang totalnya 750 pound Mesir. Langsung saja, Kiai Fadlolan mengeluarkan uang dari dompetnya untuk menambal kekurangannya. Tanpa diduga Mbah Moen mengetahui kejadian itu seraya bertanya:
“Mas Fadlolan kok nambah banyak…?” tanya beliau
Kiai Fadlolan, “Tidak nambah Mbah Yai,”
“Lho saya lihat nambah kok…. “ kata beliau. Karena orang Arab Mesir biasa ngitung uang diangkat di depan mata dia, maka kelihatan dari jauh jumlah tambahannya lebih banyak.
Ringkas cerita, beliau mendesak pertanyaan:
“Berapa itu tadi mas..?,” tanya
Kiai Fadlolan menjawab, “750 pound Mbah Yai”
Saking tidak ridlanya harga yang terlalu mahal, terucap kata-kata beliau “Laisa minna” (Bukan golongan kita).
Masya Allah, saat mereka berempat keluar dari restoran tersebut, tidak berapa lama kemudian restoran itu terbakar bersama hotelnya, tidak bisa dipadamkan. Sang sopir menelepon Kiai Fadlolan: “Masya Allah, kalumu Syaikh Maemun Khothiir, kalamuhu dua” (Omongannya Syaikh Maimoen bahaya, omongannya itu doa). “Al-funduk alladzi na’kul fih mahruq lam yathfihi” (Hotel yang kita buat makan tadi terbakar tidak bisa dipadamkan).
|
Mbah Maimoen dan Kiai Fadlolan |
4.) Mbah Moen Mengetahui Masa Depan Orang Lain
Dulu saat Kiai A’wani menjadi pengurus Ponpes Al-Anwar tempo dulu, beliau ingin mengundang KH. Bisri Mustofa (ayah Gus Mus) untuk menyampaikan mau’idzoh (ceramah) pada acara maulid dan harlah Ponpes Al-Anwar seperti biasanya.
Namun, saat Syaikhina Maimoen Zubair mengetahui bahwa panitia maulid ingin mengundang KH. Bisri Mustofa, beliau langsung memanggil Kiai A’wani yang menjadi panitia kala itu. “Ojo Kiai Bisri liane wae” (jangan undang Kiai Bisri, lainnya saja) perintah Syaikhina.
Kiai A’wani muda pun bingung ingin mengundang Kiai siapa, padahal biasanya yang mengisi mauidzoh adalah Kiai Bisri Mustofa. Tak pikir panjang beliau pun berinisiatif untuk mengundang Kiai Sya’roni Ahmadi Kudus. Beberapa hari sebelum acara maulid Nabi diselenggarakan, terdengar kabar meninggalnya Kiai Bisri Mustofa, Kiai A’wani yang kala itu menjadi panitia pun kaget mendengar berita tersebut.
Beliau menjadi tahu sir (hikmah) mengapa Syaikhina Maimoen Zubair mengutus beliau untuk mengundang Kiai lain. Ternyata Syaikhina Maimoen Zubair sudah tahu (kasyf) kalau Kiai Bisri Mustofa akan wafat sebelum acara diselenggarakan.
5.) Mbah Moen Sudah Mengetahui Tanggal Wafatnya
Ulama sepuh yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Maimoen Zubair berpulang di Makkah, Selasa (6/8) dini hari. Ungkapan bela sungkawa mengalir deras dari para tokoh, mulai dari presiden, pejabat, kiai, hingga masyarakat secara umum.
Umumnya mereka menyimpan kesan dan kenangan tersendiri terhadap sosok kiai kharismatik yang berusia 91 tahun ini. Terlebih orang-orang yang pernah berjumpa langsung dengan Mbah Moen, seperti cerita dari Shodiqun, calon jamaah haji (Calhaj) asal Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah.
Shodiqun berkisah, pertemuannya dengan pengasuh Pesantren Al-Anwar, Karangmangu, Sarang Rembang tersebut bermula ketika ia diberi kabar kakaknya, Ahmad Dimyathi yang juga alumni Pesantren Al-Anwar bahwa Kiai Maimoen sekarang sedang melaksanakan ibadah haji. Shodiqun diminta untuk sowan meminta berkah ke hotel di mana beliau menginap.
Atas saran kakaknya ini, Shodiqun berencana sowan kepada Kiai Maimoen bersama Gus Alwi bin KH. Muslih asal Duwok, Tegalrejo, Magelang. Sedianya, mereka akan sowan selepas shalat Jum’at, 2 Agustus 2019. Namun, karena lalu lintas yang padat, Gus Alwi tidak bisa sampai ke maktab Kiai Maimoen. Shodiqun pun akhirnya sowan sendirian.
Merasa belum mendapatkan kesempatan, Gus Alwi hanya meminta tolong kepada Shodiqun untuk menanyakan sampai kapan Mbah Moen tinggal di Makkah. Maksud Gus Alwi, lain waktu sebelum Mbah Moen meninggalkan Makkah, ia akan sowan di penginapan ayah dari wakil gubernur Jawa Tengah tersebut.
Setelah sampai di hotel, Shodiqun sudah mendapati beberapa tamu juga sedang sowan. Masing-masing mempunyai kesempatan untuk berbincang kepada Kiai Maimoen. Tiba giliran Shodiqun, ia mencoba menyampaikan pesan Gus Alwi untuk menanyakan sampai kapan Kiai Maimoen akan tinggal di Makkah.
“Ngapunten, Mbah, mangke wonten mriki dugi kapan njih (maaf, Mbah, tinggal di sini akan sampai kapan, ya)?”
Mbah Maimoen dengan tegas menjawab, “Tekan tanggal limo (sampai tanggal lima).”
Shodiqun cukup janggal atas jawaban Kiai Maimoen Zubair ini. Ia berpikir, bagaimana mungkin beliau tinggal di Makkah sampai tanggal 5 sedangkan ritual ibadah haji -apabila dihitung menurut kalender hijriah maupun masehi yang hanya selisih sehari- akan selesai pada tanggal belasan. Shodiqun hanya husnudhon bahwa yang dimaksud Mbah Moen dengan “tinggal di sini sampai tanggal lima” adalah tinggal di dalam hotel yang beliau tempati saat ini, bukan tinggal di Makkah.
Menjelang Subuh, hujan mengguyur kota Makkah. Shodiqun yang berangkat ke Masjidil Haram pun basah kuyup. Baginya cuaca kali ini aneh karena terjadi pada musim panas. “Saya sempat bertanya-tanya dalam hati: ada apa ini?” tuturnya.
Hingga akhirnya, beberapa saat kemudian hati Shodiqun tersentak oleh kabar wafatnya Mbah Moen. Di kepalanya kembali terngiang dawuh Mbah Moen saat di hotel, dan baru sadar bahwa pemahaman Shodiqun meleset. Pada tanggal 5 Dzulhijjah 1440 H atau 6 Agustus 2019, Mbah Moen memang bukan hanya meninggalkan hotel, tapi juga Makkah, bahkan dunia dengan segenap hiruk pikuknya ini.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi
Disarikan dari beberapa sumber yang tersebar di media massa