Jejaring ulama dan pesantren di nusantara memiliki mata rantai atau sanad keilmuan yang sambung-menyambung antara satu guru dengan guru yang lain. Jika diturut, sambungan ilmu tersebut bermuara pada Rasulullah saw. Sanad keilmuan seperti inilah yang senantiasa dipertahankan oleh Islam ahlussunnah wal jama’ah untuk menjaga kemurnian Islam dan meraih keberkahan ilmu.
Sanad keilmuan yang muttashil atau bersambung kepada Rasulullah saw. bisa kita lacak pada ulama-ulama di nusantara, seperti pada pribadi KH. Muhammad Munawwir, Pendiri Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. KH. Muhammad Munawwir sejak anak-anak belajar Al-Qur’an di Bangkalan, di pesantren yang diasuh oleh KH. Maksum. Selain belajar Al-Qur’an, ia juga belajar ilmu-ilmu keislaman lainnya dari para kiai, seperti KH. Abdullah dari Kanggotan Bantul, KH. Kholil dari Bangkalan Madura, KH. Sholih dari Darat Semarang, dan KH. Abdur Rahman dari Watucongol Muntilan Magelang. Pada tahun 1888 KH.M. Munawwir meneruskan belajar ke Mekkah dan menetap disana selama 16 tahun. Dari Mekkah KH.M. Munawwir melanjutkan belajar ke Madinah selama 5 tahun.
Setelah 21 tahun bermukim di kedua kota suci itu, dan memperoleh ijazah mengajar tahfidz Al-Qur’an, ia kembali ke Yogyakarta pada tahun 1911. Selama di Mekah dan Madinah ia memperdalam Al-Qur’an, tafsir, dan qiraat sab‘ah dari beberapa guru, antara lain; Syekh Abdullah Sanqara, Syekh Syarbini, Syekh Muqri, Syekh Ibrahim Huzaimi, Syekh Manshur, Syekh Abd. Syakur, dan Syekh Musthafa. Hafalan Al-Qur’an yang ia kuasai saat belajar di kedua kota suci tersebut lengkap dengan qiraat sab‘ahnya, sehingga KH.M. Munawwir terkenal dengan alim Jawa yang berhasil menguasai qiraat sab‘ah. Salah satunya adalah qira’ah Imam ‘Ashim riwayat Imam Hafsh.
Berikut inilah Sanad Qira’ah Imam ‘Ashim riwayat Imam Hafsh KH.M. Munawwir, yang silsilahnya sampai kepada Nabi Muhammad saw. yaitu dari:
Syaikh Abdulkarim bin Umar al-Badri ad-Dimyathi, dari
Syaikh Ismail, dari
Syaikh Ahmad ar-Rasyidi, dari
Syaikh Mushthafa bin Abdurrahman al-Azmiri, dari
Syaikh Hijaziy, dari
Syaikh Ali bin Sulaiman al-Manshuriy, dari
Syaikh Sulthan al-Muzahiy, dari
Syaikh Saifuddin bin ‘Athaillah al-Fadhaliy, dari
Syaikh Tahazah al-Yamani, dari
Syaikh Namruddin ath-Thablawiy, dari
Syaikh Zakariyya al-Anshari, dari
Syaikh Ahmad al-Asyuthi, dari
Syaikh Muhammad ibn al-Jazariy, dari
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Khaliq al-Mishri asy-Syafi’i, dari
Al-Imam Abi al-Hasan bin asy-Syuja’ bin Salim bin Ali bin Musa al-‘Abbasi al-Mishri, dari
Al-Imam Abi Qasim asy-Syathibi, dari
Al-Imam Abi al-Hasan bin Huzail, dari
Ibnu Dawud Sulaiman bin Najjah, dari
Al-Hafidz Abi ‘Amr ad-Daniy, dari
Abi al-Hasan ath-Thahir, dari
Syaikh Abi al-Abbas al-Asynawiy, dari
Ubaid ibnu ash-Shabbagh, dari
Al-Imam Hafsh, dari
Al-Imam ‘Ashim, dari
Abdurrahman as-Salma, dari
Sadatina Utsman bin Affan, ‘Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, dari
Rasulullah Muhammad saw. dari
Robbul ‘Alamin Allah swt. dengan perantaraan Malaikat Jibril as.
|
Komplek makam Kiai Munawwir |
Setelah KH.M. Munawwir kembali ke Yogyakarta, ia mendirikan majelis pengajian, dan merintis berdirinya Pondok Pesantren Krapyak. Selama kurang lebih 33 tahun menjadi pengasuh Ponpes Krapyak, KH.M. Munawwir mewariskan ilmu kepada para muridnya, dan kelak tidak sedikit di antara mereka yang mendirikan pondok pesantren Al-Qur’an.
Diantara para muridnya itu adalah KH. Arwani Amin Kudus, KH. Badawi Kaliwungu Kendal, K. Zuhdi Nganjuk Kertosono, KH. Umar Mangkuyudan Solo, KH. Umar Kempek Cirebon, KH. Nor/Munawwir Tegalarum Kertosono, KH. Muntaha Kalibeber Wonosobo, KH. Murtadlo Buntet Cirebon, KH M. Ma‘shum Gedongan Cirebon, KH. Abu Amar Kroya, KH. Suhaimi Benda Bumiayu, KH. Syatibi Kiangkong Kutoarjo, KH. Anshor Pepedang Bumiayu, KH. Hasbullah Wonokromo Yogyakarta, dan KH. Muhyiddin Jejeran Yogyakarta.
Sumber: bangkitmedia.com