Pada suatu ketika, saya sowan ke Kyai Kholil Syarqowi, beliau bercerita:
Pada saat beliau berhaji beberapa tahun yang lalu, beliau kebetulan sering bersama-sama dengan seorang tua asli Indramayu Jawa Barat. Hampir di setiap tempat, terutama di Masjidil Haram, beliau bertemu, dan saling membantu, lebih-lebih Kyai Kholil yang memang merasa kalah tua dalam umur.
Sampai pada saat mengurus 'syahadah haji', Kyai Kholil menyanggupi untuk mengambilkan syahadah tersebut. Namun setelah syahadah berhasil beliau ambil, ternyata rombongan Indramayu sudah berangkat ke Madinah, sehingga beliau pun berniat menyerahkannya di Madinah.
Tetapi setelah sampai di Madinah, ternyata Kyai Kholil tidak pernah bertemu orang tua tersebut. Akhirnya " Ya wes ndak popo lah, toh bisa saya antarkan di Indonesia nanti" demikian gumam Kyai Kholil.
Sepulang dari haji, seperti biasa adat jawa, banyak tamu yang sowan. Selang beberapa hari kemudian, ada seorang tamu yang secara umur sekitar 40 tahunan lebih sowan.
"Assalamu'alaikum, benarkah ini ndalemnya Kyai Kholil?" tanya sang tamu.
"Nggih, leres, betul. Kula Kholil, wonten nopo?" jawab Kyai Kholil singkat.
"Mohon maaf Kyai, kula tidak bisa bahasa Jawa, sebab kula asli Indramayu, kampung bla bla bla....(saya lupa namanya)" jelas sang tamu
"Oh... kebetulan, kalau begitu. Saya nanti sekalian nitip barang ya!" sahut Kyai Kholil
"Barang apa Kyai?" tanya sang tamu
"Wingi waktu haji, saya membawa syahadahnya orang Indramayu, tolong nanti antarkan ke rumahnya ya, kebetulan satu kampung sama sampeyan!" pinta Kyai Kholil
"Siapa Kyai?" sahut sang tamu
"Namanya ....fulan bin ....fulan, orangnya bentuknya begini...begini...begini...., waktu cerita di Makkah sana, rumahnya bentuknya begini...menghadap....begini...begini.... dsb, anaknya ....sekian... salah satu anaknya yang saya ingat bernama...... (saya lupa sehingga saya isi titik-titik), jelas Kyai Kholil
Spontan tamu tadi menyahut: "Tidak mungkin Kyai, tidak mungkin ....!" sahutnya tampak bingung dan tidak percaya.
"Lho, sampean kok malah bingung to?" gumam Kyai Kholil
Setelah terlongong-longong campur bingung, sang tamu berkata "mohon maaf Kyai, mohon melihat syahadahnya"
Setelah diambilkan, si tamu berseru, "Tidak mungkin Kyai, ini foto Bapak saya, semua yang Kyai ceritakan tadi tepat dengan keadaan bapak saya rumah dan lain-lainnya juga tepat, dan saya lah nama anak yang tadi Kyai sebutkan. Tapi tidak mungkin Kyai, Bapak saya sudah meninggal 12 atau 15 tahun yang lalu. Ini tidak mungkin Kyai!"
Tidak kalah kagetnya, akhirnya Kyai Kholil pun balik bertanya, "Sebentar, ceritanya gimana, kok sampean bisa sampai ke sini?"
"Begini Kiyai, kemarin saya sowan ke Mbah Lim Klaten, belum sampai masuk rumah, saya langsung di suruh pergi untuk sowan Kyai Kholil di daerah Juwana (Pati), tidak boleh pulang, suruh langsung. Saya tidak tahu perlunya apa. Tapi setelah saya cari-cari, akhirnya tadi pagi ketemu, dan saya sowan ini". jelas sang tamu
"O.... Sampean disuruh ke sini sama Mbah Lim, ya disuruh ngambil syahadah hajinya bapak sampean, ya wis itu tok!" kata Kyai Kholil
Si tamu masih bingung seraya berkata, "Lha tapi...."
Kyai langsung menyela, "Sudah untuk lebih jelasnya, tolong ceritakan, tentang bapake sampean"
Sang tamu pun bercerita, "Bapak saya dulu seorang buruh tani, sampai meninggal juga masih buruh tani"
"Ibadahe bagaimana?" tanya Kyai Kholil.
"Tentang ibadah, sepertinya biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. wong buruh tani". jawab sang tamu
"Kira-kira ada sesuatu yang lain ndak?" tanya Kyai Kholil lagi
Tiba-tiba tamu tadi menerawang dan dengan mata berkaca-kaca, dia bercerita, "Bapak dulu meskipun buruh tani, selalu menyisihkan uang sedkit, ditaruh dalam kaleng yang katanya nabung untuk pergi haji. Bapak memang sangat ingin pergi haji. tapi yang namanya buruh tani, yang dilakukan hanya berdoa saja. Tapi mengenai urusan haji bapak menabung, meski hanya Rp 100,- ketika itu. Saya lah yang dulu sering 'maido' bahwa sampai njenengan meninggal pun, ndak mungkin pak! mbok ndak usah mikir yang terlalu tinggi pak! Saya sering begitu dulu. Dan sampai meninggal, bapak belum berhasil pergi haji. Bahkan tabungan kaleng yang ditaruh di bawah dipan tidurnya, sampai bapak meninggal masih utuh, dan jumlahnya pun sekitar satu juta lebih sedikit, akhirnya kami pakai untuk proses pemakaman."
Sampai pada titik ini, tamu tadi hanya menangis sesenggukan, sudah tidak mampu bercerita, hanya mengusap air mata yang terus berlinang.
Tamu-tamu yang lain pun terdiam bahkan ada sebagian yang matanya berkaca-kaca.
Akhirnya Kyai Kholil pun ngendikan ”Yo itulah, ganjarane bapake sampean, yang punya keinginan kuat untuk berhaji, sampai apapun dilakukan asal halal. Akhirnya malaikatlah yang mewakili. Sudah iki, syahadahe bapakmu tompo, dan pulanglah!”
Lalu hening.....!!!!!
Wallahu A’lam
Sumber: bangkitmedia.com