Simbah Kiai Haji Sholeh Darat Semarang (1830-1903 M) dikenal sebagai guru besar yang melahirkan banyak ulama besar. Keseharian hidupnya dipenuhi dengan ngaji dengan santri dan masyarakat. Tapi darah perjuangan Kiai Sholeh Darat juga sangat besar, karena ayahnya (Kiai Umar) adalah barisan pasukan Pangeran Diponegoro yang berjuang melawan Belanda.
Darah perjuangan ini juga mengakar kuat dalam diri Mbah Kiai Sholeh Darat. Apalagi di Semarang, pengaruh Kiai Sholeh Darat sangat besar. Ini pula yang ditakutkan Belanda terhadap sosok Kiai Sholeh Darat. Belanda khawatir atas mobilisasi masyarakat yang bisa mengancam posisi kekuasaan Belanda.
Belanda selalu melalukan patroli, termasuk mengawasi gerak langkah Kiai Sholeh Darat. Ada kisah masyhur di masyarakat bahwa saat itu, Kiai Sholeh Darat sedang berjalan kaki menuju Semarang. Dalam perjalanan, mobil Belanda lewat yang dipenuhi dengan tentara yang sedang patroli. Begitu mobil itu menyalip Kiai Sholeh Darat, tiba-tiba mobil itu langsung mogok. Tidak bisa berjalan. Para tentara Belanda kaget dan merasa aneh.
Karena di belakang mobil itu ada Kiai Sholeh Darat, maka para tentara Belanda mempersilahkan Kiai Sholeh Darat untuk naik mobil. Tidak disangka, setelah Kiai Sholeh Darat naik, maka mobil itu langsung bisa jalan dengan baik sebagaimana biasa. Para tentara Belanda kaget dan takjub dengan sosok Kiai Sholeh Darat.
Justru dari sini, para tentara Belanda semakin curiga dengan Kiai Sholeh Darat. Apalagi pengaruhnya makin meluas di daerah Semarang dan sekitarnya. Kiai Sholeh Darat masuk sebagai agenda tokoh yang harus diawasi, karena membahayakan masa depan Belanda.
Itulah karomah Kiai Sholeh Darat. Makanya tidak salah kalau saat ini banyak sekali warga masyarakat yang berduyun-duyun ziaroh di makam Kiai Sholeh Darat. Makamnya ada di daerah Bergota Semarang. Dulu, KH. Hamim Jazuli (Gus Miek) suka sekali mengunjungi makam Kiai Sholeh Darat.
Banyak jasa Kiai Sholeh Darat terhadap bangsa ini, khususnya melahirkan para ulama besar yang berperan dalam mendirikan NKRI, seperti KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) dan RA. Kartini (Pahlawan Nasional).
Sosok RA. Kartini bahkan mengakui Kiai Sholeh Darat sebagai sosok ulama yang sudah menunjukkan jalan hidup baginya menuju cahaya.
“Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tidak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini, ia menjadi terang benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebaba Romo Kiai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami,” tegas RA. Kartini begitu hormat mengakui keulamaan Kiai Sholeh Darat.
Wallahu A’lam
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!