Nabi Muhammad saw. selalu menjaga perkataan yang keluar dari lisannya, dalam segala situasi dan kondisi. Bahkan dalam keadaan marah sekalipun, beliau tidak pernah mengeluarkan ucapan-ucapan yang kotor, merendahkan, apalagi bernada melaknat. Sehingga, tidak ada orang yang merasa tersakiti atau terhina dengan perkataan Nabi Muhammad.
Namun, Nabi Muhammad tidak segan-segan menyampaikan teguran apabila ada sahabatnya yang berlaku tidak benar dan tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Ibnu al-Lutbiyyah adalah salah satu sahabat yang pernah ditegur Nabi Muhammad karena mengambil hadiah setelah dirinya menjalankan tugas. Merujuk kitab Hayatush Shahabah (Syekh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi, 2019), suatu ketika Nabi Muhammad mengangkat Ibnu al-Lutbiyyah menjadi pejabat yang bertugas mengumpulkan zakat di Banu Sulaim.
Setelah selesai menjalankan tugasnya, dia menghadap Nabi Muhammad dan melaporkan hasil zakat yang dikumpulkan dari Bani Sulaim. Tidak lupa, Ibnu al-Lutbiyyah juga membagi bagian untuk Nabi Muhammad dan untuk dirinya sendiri.
"Wahai Rasulullah, yang ini untukmu, sedangkan yang ini dihadiahkan kepadaku (jatahku)," kata Ibnu al-Lutbiyyah.
Mendengar hal itu, Nabi Muhammad langsung menegur Ibnu al-Lutbiyyah. Nabi marah kepada Ibnu al-Lutbiyyah karena sahabatnya itu merupakan seorang pejabat. Karena, kalau seandainya tidak menjadi pejabat belum tentu dia akan mendapatkan hadiah tersebut.
"Kenapa engkau dulu tidak memilih untuk tetap tinggal di rumah ayah dan ibumu saja (tidak menjadi pejabat), lalu menunggu apakah engkau diberi hadiah atau tidak?" ujar Nabi Muhammad.
Pada malam harinya, setelah melaksanakan shalat, Nabi Muhammad menyampaikan pidato di hadapan para sahabatnya tentang kelakuan (perilaku) Ibnu al-Lutbiyyah tersebut. Tetapi, Nabi Muhammad tidak menyebut nama sahabatnya itu secara eksplisit, hanya menceritakan perilakunya saja. Dalam pidatonya itu, Nabi Muhammad mengingatkan agar para pejabat tidak menerima hadiah ketika bertugas dan juga menjelaskan balasan yang diterima pejabat yang menerima hadiah di akhirat kelak.
Berikut pidato lengkap Nabi Muhammad tentang pejabat yang menerima hadiah ketika menjalankan tugasnya:
"Mengapakah ada pejabat yang kami tugaskan kemudian dia datang dan berkata, ‘Ini hasil kerja kalian, sedangkan yang ini hadiah (jatah) untukku.’ Mengapa ia tidak tetap tinggal di rumah ayah dan ibunya saja lalu menunggu apakah ia diberi hadiah atau tidak?" kata Nabi.
"Demi Dia yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian berkhianat dalam sesuatu, kecuali pada hari kiamat ia datang membawa sesuatu tersebut di pundaknya. Jika berupa unta maka ia membawanya sambil meringkik. Jika berupa sapi maka ia membawanya dengan menguak. Jika berupa domba maka ia membawanya dengan mengembik. Sungguh aku telah menyampaikan," tegas Nabi Muhammad.
Pada kesempatan lain, Nabi Muhammad juga mengingatkan kepada pejabat agar memudahkan umat yang dipimpinnya, bukan malah memberatkannya. Dalam satu hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi berdoa agar Allah menyengsarakan pejabat yang menyusahkan urusan umatnya dan memudahkan pejabat yang memfasilitasi urusan umatnya.
"Siapa yang diamanahi mengurusi umatku lalu menyusahkan mereka, maka baginya Bahlatullahi”. Para sahabat bertanya, apakah itu Bahlatullahi? Rasulullah menjawab, 'Laknat Allah'," kata Nabi Muhammad dalam satu hadits riwayat Abu Awanah.
Demikianlah sikap tegas Nabi Muhammad kepada pejabat yang tidak benar. Bagi Nabi, jabatan adalah sebuah amanah. Jika seorang pejabat tidak bisa melaksanakan apa yang menjadi tugasnya, maka hal itu akan menyusahkannya di hari kiamat kelak.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!