Gus Miek adalah sosok kyai yang nyentrik. Dakwahnya lintas batas, menyapa semua lapisan masyarakat, bahkan kepada para pemabuk, diskotik, klub malam, tempat prostitusi dan semacamnya. Kiai Hamid Pasuruan pernah memberikan pernyataan ihwal tingginya maqom kewalian Gus Miek, demikian juga Gus Dur juga pernah mengakui posisi khusus kewalian Gus Miek.
Kisah hidup Gus Miek seringkali tidak bisa dilihat dengan mata lahiriah semata. Kita bisa salah sangka dan gagal paham. Padahal, Gus Miek adalah seorang hafizh (penghapal) Al-Qur’an. Bagi Gus Miek, Al-Qur’an adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Qur’an, Gus Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan, beliaupun membentuk sema’an Alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.
Pada suatu hari, Gus Miek pergi ke tempat diskotik dan di sana bertemu dengan pengunjung yang sedang asyik menenggak minuman keras. Gus Miek menghampirinya dan mengambil sebotol minuman keras lalu memasukkannya ke mulut Gus Miek. Salah satu dari mereka mengenali Gus Miek dan bertanya kepada Gus Miek.
“Gus, kenapa sampeyan ikut minum bersama kami? Sampeyankan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh agama?”
“Aku tidak meminumnya …..!! aku hanya membuang minuman itu ke laut…!,” jawab Gus Miek.
Ini membuat mereka bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek meminum minuman keras tersebut.
Diliputi rasa keanehan, Gus Miek akhirnya angkat bicara.
“Sampeyan semua gak percaya kalau aku tidak meminumnya, tapi membuangnya ke laut..?”
Kemudian Gus Miek membuka lebar mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget di dalam mulut Gus Miek terlihat laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras tersebut dibuang ke laut. Dan Saat itu juga mereka diberi hidayah oleh Allah swt. untuk bertaubat dan meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama. Itulah salah salah satu karomah kewalian yang diberikan Allah kepada Gus Miek.
Di samping itu, saat sedang jalan-jalan atau keluar rumah, Gus Miek sering kali mengenakan celana jeans dan kaos oblong. Tidak lupa, beliau selalu mengenakan kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika melihat seseorang yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akhirat kelak.
Ketika beliau berdakwah di Semarang tepatnya di NIAC di Pelabuhan Tanjung Mas. Niac adalah surga perjudian bagi para cukong-cukong besar baik dari pribumi maupun keturunan, Gus Miek yang masuk dengan segala kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-cukong itu mengalami kekalahan yang sangat besar. Niac pun yang semula menjadi surga perjudian menjadi neraka yang sangat menakutkan.
Satu contoh lagi ketika Gus Miek berjalan-jalan ke Surabaya, ketika tiba di sebuah club malam, Gus Miek masuk ke dalam club yang dipenuhi dengan perempuan-perempuan nakal, lalu Gus Miek langsung menuju watries (pelayan minuman). Beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil meniupkan asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itupun mundur tapi terus dikejar oleh Gus Miek sambil tetap meniupkan asap rokok di wajah perempuan tersebut. Perempuan tersebut mundur hingga terbaring di kamar dengan penuh ketakutan, setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak lagi di club malam itu.
|
KH. Ahmad Shiddiq dan Gus Miek |
Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH. Ahmad Siddiq yang sering menemani Gus Miek) mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di hatinya. Pertama bagaimana perasaan Gus Miek tentang wanita?
“Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja, jadi jalan untuk syahwat tidak ada,” jawab Gus Miek.
Pertanyaan kedua Gus Farid menanyakan tentang kebiasaan Gus Miek memakai kaca mata hitam baik itu di jalan maupun saat bertemu dengan tamu.
“Apabila aku bertemu orang di jalan atau tamu, aku diberi pengetahuaan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar orang tidak tahu bahwa aku sedang menangis,” jawab Gus Miek lagi.
Adanya sistem dakwah yang dilakukan Gus Miek tidak bisa dicontoh begitu saja karena resikonya sangat berat bagi mereka yang alim pun sekaliber KH, Abdul Hamid (Pasuruan) mengaku tidak sanggup melakukan dakwah seperti yang dilakukan oleh Gus Miek, padahal KH. Abdul Hamid juga seorang waliyallah.
Itulah sosok Gus Miek. Kaca mata lahir tak bisa membaca perilaku hidupnya. Tapi hikmah kebijaksanaannya selalu dirasakan jutaan manusia tanpa henti. Semoga berkahnya selalu mengalir kepada kita semua.
Wallahu A’lam
Sumber: bangkitmedia.com