Sejak karomahnya di usia belia ditandai oleh Syaikhona Kholil Bangkalan, sosok Munawwir muda begitu harum namanya. Apalagi setelah belajar di Tanah Suci, Mekkah-Madinah, Kiai Munawwir dikenal sebagai ulama yang masyhur, khususnya dalam Al-Qur’an. Hampir semua sanad ilmu Al-Qur’an di Tanah Jawa, mengacu kepada sanad Kiai Munawwir.
Dari Cirebon, Kiai Said Gedongan sudah lama kagum dengan kemasyhuran Kiai Munawwir. Bahkan Kiai Said Gedongan sering mengirimkan uang kepada Munawwir muda yang sudah masyhur karena konsentrasinya dalam memperdalam Al-Qur’an. Kiai Said Gedongan sangat senang dan bangga, karena ada santri dari Jawa yang fokus menekuni Al-Qur’an.
Ketika pulang di Jawa, Kiai Said ingin menguji kewalian Kiai Munawwir. Kiai Said memerintahkan santri-santrinya untuk berwudlu.
“Kalau memang Kiai Munawwir itu wali, maka hari ini ia akan datang ke sini. Dan santri yang tidak punya wudlu, dilarang bersalaman dengan orang suci (Kiai Munawwir),” tegas Kiai Said kepada santri-santrinya.
Tidak lama setelah para santri berwudlu, Kiai Munawwir benar-benar datang sesuai yang ditegaskan Kiai Said. Para santri kagum dan berebut cium tangan Kiai Munawwir. Kiai Munawwir juga sangat menghormati Kiai Said, karena Kiai Said juga dikenal publik sebagai Wali Allah dari Gedongan Cirebon.
|
Kiai Munawwir bersama para kiai |
Kiai Said Gedongan ini masih kakeknya KH. Mahrus Ali Lirboyo Kediri, juga masih buyutnya Prof. KH. Said Aqil Siraj, Ketua Umum PBNU sekarang. Kiai Said Gedongan juga memberikan sebidang tanah wakaf kepada Kiai Munawwir yang kemudian menjadi cikal bakal Pesantren Krapyak.
Jejaring para ulama Nusantara memang luar biasa, saling membantu dan saling menguatkan. Apalagi, para ulama ini memiliki frekwensi yang saling ketemu, sehingga banyak urusan-urusannya yang dimudahkan oleh Allah SWT. Terbukti, Pesantren Krapyak sekarang menjadi pesantren besar yang menjadi referensi para santri untuk mengaji, khususnya mengaji Al-Qur’an.
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!