KH. Abdul Hamid Pasuruan dikenang sepanjang masa sebagai sosok Waliyullah yang penuh karomah. Pernah nyantri di Pesantren Tremas di bawah asuhan KH. Dimyati, tapi kealiman Kiai Hamid “tertutupi” oleh karomah kewalian yang masyhur sampai sekarang.
Salah satu karomah Kiai Hamid adalah mudah bertemu dengan Nabi Khidir. Suatu hari, Kiai Hamid menjelaskan kepada Kiai Yunus Tulungagung bahwa besok pagi sampai Dhuhur akan hadir Nabi Khidir. Berita ini kemudian menyebar kepada semua jama’ah dan para kiai. Makanya, sejak pagi habis Subuh, jama’ah berduyun-duyun ingin bertemu dan bersalaman dengan Nabi Khidir. Tampak juga para kyai dan habaib juga banyak yang datang. Semua datang ingin menyambut datangnya Nabi Khidir.
Di tengah ramainya jama’ah itu, datang seorang anak muda dengan pakaian nyentrik-modern dan milenial (istilah orang sekarang). Semua jama’ah tidak memedulikan anak muda ini, dikira justru anak muda yang sedang iseng saja. Mau kedatangan Nabi Khidir, kok malah berpakaian tidak selayaknya. Itu mungkin yang terbersit dalam hati para jama’ah.
Ketika bertemu Kiai Hamid, pemuda itu mau mencium tangan Kiai Hamid, tapi ditolak oleh Kiai Hamid. Sebaliknya, Kiai Hamid juga mau mencium tangan pemuda itu, tapi ditolak juga sama pemuda itu. Kejadian ini tak mendapatkan perhatian para jama’ah. Dikira itulah akhlaq Kiai Hamid yang selalu memuliakan para tamunya.
Setelah bertemu Kiai Hamid, pemuda itu kemudian berganti pakaian kotor dan membersihkan selokan di sekitar rumah Kiai Hamid. Sampai Dhuhur tiba, pemuda itu kemudian pergi.
“Pemuda itu tadi Nabi Khidir,” demikian kata Kiai Hamid kepada Kiai Yunus Tulungagung. Bergetarlah Kiai Yunus, karena ia bisa menyaksikan langsung datangnya Nabi Khidir. Kiai Hamid ngasih tahu informasi tersebut hanya kepada Kiai Yunus saja.
Sampailah datang waktu Dhuhur dan kemudian semua berjama’ah bersama Kiai Hamid.
“Kiai, ini kita sudah selesai jama’ah Dhuhur. Tapi kok sampai sekarang belum hadir Nabi Khidir,” tanya salah seorang jama’ah.
“Oh.. Iya. Kalian tadi kan melihat anak muda yang membersihkan selokan di sini. Dialah Nabi Khidir,” jawab Kiai Hamid.
Para jama’ah dan tamu akhirnya menangis. Mereka sangat menyesal tidak bisa hormat atas datangnya Nabi Khidir. Mereka tidak menyangka bahwa anak muda yang berpakaian nyentrik dan kemudian berganti pakaian kotor itu ternyata adalah Nabi Khidir, padahal mereka sangat ingin bertemu dan bersalaman dan mencium tangan Nabi Khidir.
Para jama’ah akhirnya tersadar, bahwa melihat para Nabi dan kekasih Allah janganlah melalui fisiknya semata. Para Nabi dan kekasih Allah itu harus dilihat dengan kebeningan hati. Kisah ini masyhur setelah disampaikan Kiai Yunus Tulungagung. Semoga kita semua mendapatkan luberan berkah Nabi Khidir dan Kiai Hamid Pasuruan.. Amin.
Wallahu A’lam
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!